Jika kebenaran dalam sains dibangun atas dasar realita dan eksperimentasi, lalu apa yang menjadi dasar kebenaran dari matematika? - Begitulah kiranya kegalauan matematikawan pada abad ke-19 silam.
Suatu pernyataan matematika memerlukan sebuah bukti agar diterima kebenarannya. Bukti tersebut dapat diperoleh dari penyataan matematika lain yang sudah terbukti kebenarannya, seperti, untuk membuktikan pernyataan A, kita membutuhkan pernyataan B. Tetapi untuk membuktikan kebenaran dari pernyataan B, kita butuh pernyataan C. Lalu untuk membuktikan pernyataan C, kita butuh pernyataan D, dan seterusnya. Kalau begitu, apa yang mengawali semua deduksi itu? Adakah suatu pernyataan yang memang sudah benar tanpa harus kita buktikan?
Ya, ada! Itulah yang disebut sebagai aksioma.
Apa itu aksioma?
Singkatnya, aksioma adalah pernyataan yang dianggap benar tanpa memerlukan sebuah bukti — bukan tidak bisa dibuktikan, tapi memang tidak memerlukan bukti sama-sekali. Mengapa tidak memerlukan suatu bukti? Karena dia adalah kebenaran yang sudah sangat mendasar, sangat jelas, obviously true. Misalnya seperti ini: salah satu contoh aksioma yang termuat di dalam buku Elements yang ditulis oleh Euclid berkata bahwa:
(Gambar. Ilustrasi Euklid)
Keseluruhan (semesta) selalu lebih besar daripada bagiannya
Pernyataan di atas sudah 'jelas kebenarannya'. Bayangkan, bila Anda memiliki donat yang utuh lalu dipotong menjadi beberapa bagian, maka donat utuh tersebut tentu akan lebih besar daripada potongannya sendiri, ya kan? Ini sudah jelas, tidak perlu dibuktikan. Inilah aksioma.
Akan tetapi aksioma tersebut bisa jadi tidak benar bila kita berbicara di semesta lain. Misalnya semesta pembicaraan kita sekarang adalah himpunan takhingga, atau himpunan yang memiliki jumlah anggota sebanyak takhingga buah. Himpunan bilangan bulat, dinotasikan dengan , memiliki anggota sebanyak takhingga. Dituliskan
Nah, bila kita mengambil sebagian anggota dari yang positifnya saja lalu kita himpun dan menotasikannya dengan , maka diperoleh himpunan baru
Pertanyaan untuk Anda adalah: himpunan mana yang anggotanya lebih banyak: ataukah ? Bila merujuk pada aksioma Euklid, maka mestilah kardinalitas (banyaknya anggota) lebih besar daripada , ya kan? — tapi ternyata tidak demikian. Itu keliru!
Baik ataupun ternyata memiliki banyak anggota yang sama, meskipun adalah bagian dari . Bagaimana cara melihatnya? Kita bisa mendaftarkan anggota dari himpunan bilangan bulat menjadi seperti ini:
Dan anggota dari himpunan dituliskan seperti ini
Lalu kita pasangkan masing-masing anggota di dengan tepat satu anggota di seperti ini
Kita dapat melihat bahwa semua anggota di memiliki pasangan dengan anggota di . Tidak ada satu pun anggota yang jomlo atau mencoba untuk poligami (memiliki lebih dari satu pasangan). Masing-masing tepat memiliki satu pasangan. Dengan cara seperti ini, kita dapat memasangkan dengan 'habis' seluruh anggota di dengan seluruh anggota di , yang artinya banyaknya anggota akan sama dengan banyaknya anggota — dan voila, aksioma Euklid menjadi tidak benar dalam kasus ini!
Apa artinya? Ketika membicarakan suatu aksioma, kita harus memerhatikan "di mana kebenaran aksioma tersebut dapat berlaku". Aksioma Euklid akan benar jika kita berbicara mengenai sesuatu yang berhingga, tetapi dia menjadi tidak berarti ketika berbicara mengenai ketakterhinggaan. Sebagaimana aksioma Euklid di dalam geometri akan benar jika berbicara mengenai geometri Euklid, tetapi menjadi tidak benar ketika berbicara mengenai geometri non-Euklid. Dan geometri non-Euklid memiliki aksioma lain yang berbeda dengan geometri Euklid.
Kalau begitu, apa mungkin matematika yang dibangun bisa jadi 'berbeda-beda', bergantung pada aksioma mana yang digunakan?
Yup, tepat sekali! Itulah mengapa aksioma disebut sebagai fondasi. Fondasi yang digunakan akan memengaruhi seperti apa bangunan matematika yang akan berdiri, apakah berbentuk seperti rumah, mall, atau yang lebih tinggi daripada itu? Bangunan matematika seperti kalkulus, aljabar dan matematika diskrit yang ada saat ini memiliki fondasi yang bernama Zermelo-Fraenkel Set Theory with Axiom of Choice (ZFC), terdiri 9 aksioma dasar yang diformulasikan oleh Ernest Zermelo dan Abraham Fraenkel pada abad ke-20. Fondasi matematika lainnya adalah Principia Mathematica yang diformulasikan oleh Alfred North Whitehead dan Bertrand Russell.
Fondasi ini haruslah kuat agar bangunannya tidak runtuh, itulah sebabnya matematikawan mensyaratkan bahwa aksioma mestilah konsisten, yang artinya tidak boleh ada pernyataan yang saling bertentangan satu sama lain. Juga aksioma mestilah lengkap, yang artinya dia harus cukup untuk membangun seluruh kebenaran matematika. Akan tetapi pada kenyataannya dua syarat itu mustahil terpenuhi secara bersamaan. Itulah yang dibuktikan oleh Kurt Gödel dalam Teorema Ketidaklengkapan Gödel.
Tidak mungkin suatu sistem dapat lengkap dan konsisten sekaligus. Jika sistem tersebut lengkap, maka dia tidak akan konsisten. Jika sistem tersebut konsisten, maka ada kebenaran yang tidak mungkin dapat dibuktikan.
Teorema ini benar-benar menghancurkan idealisme para matematikawan yang menginginkan sistem aksiomatik yang kokoh dan sempurna ……. dan nyatanya tidak akan pernah terpenuhi.
Ya, itulah aksioma, sesuatu yang menjadi landasan kebenaran dalam matematika, fondasi daripada matematika itu sendiri. Kita mesti menyadari bahwa fondasi itu ternyata tidak kokoh seperti yang diharapkan. Dia memiliki retakan yang entah seberapa besar atau seberapa dalam kerusakannya, yang mungkin akan membuat bangunan matematika itu roboh kapan saja. Apa yang akan terjadi pada sains bila ternyata matematika sendiri itu rapuh, padahal matematika adalah fondasi terkuat dalam sains? Lalu apa sebenarnya kebenaran dalam matematika, jika ternyata kebenaran itu bergantung pada sistem yang dibangun oleh manusia itu sendiri? Well, ini sudah melenceng terlalu jauh. Tapi Anda dapat menikmati pertanyaan ini dengan secangkir kopi di pagi hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar