Tampilkan postingan dengan label Wendy Danoeatmadja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Wendy Danoeatmadja. Tampilkan semua postingan

Senin, 13 Januari 2020

KULMINASI

Jadi gini...

Syahdan, suatu masa, seorang pemimpin dengan nyalang berteriak pada reporter sebuah tivi swasta yang mewawancarainya : "Tai semua! Tai!" teriaknya. Di lain tempat, pemimpin itu juga berlaku sama, berkata kotor dan kasar. Seringkali diikuti sikap agresif. 

Dikritik? Ya iyalah. Pemimpin itu kebetulan hidup di negara demokrasi dan demokrasi adalah satu-satunya sistem pemerintahan dimana semua hal bisa dikoreksi secara terbuka. Namun, para pemandu-sorak pemimpin tadi, tidak lantas diam. "Etika itu nomor dua! Yang penting, yang dia katakan itu benar!"

Baiklah. Aturan main baru di negeri ini ; kebenaran boleh mengabaikan etika! Cateeet...

Tak dinyana, tidak terlalu lama setelah itu, seorang pemimpin yang lebih tinggi, dikritik lagi. Kali ini karena tindakannya dianggap bertentangan dengan kepentingan rakyat. Ini biasa banget dalam demokrasi. Yang sedikit tidak biasa adalah, para pengkritik tadi, melata beramai-ramai di jalan-jalan berbagai kota, berteriak-teriak penuh semangat ; "Dua lima jigo, dua lima jigo si nganu (nama samaran, Red.) begooo..."

Jelas para cheerleaders pemimpin tadi kebakaran jenggot. Meski lebih mudah dipadamkan dibanding kebakaran hutan, sontak mereka berteriak ; "Tak tau adat! Nggak beretika! Kampungaaan..."

Lha, kan teriakan itu benar, bukan?! Kan, aturan mainnya, kebenaran boleh mengabaikan etika?

Di situlah, di kulminasi itu, saya sering merasa sedih (tapi ngakak!)😎ðŸĪŠðŸ˜‰

#BePrepared
#ForEverGolPut

Sumber : Wendy Danoeatmadja

SODOK

Ada penulis Rusia, namanya Vladimir Nobokov. Ia menulis cerita pendek berjudul Tyrants Destroyed. Salah satu dialog paling asyik dalam cerita itu ketika sang tokoh berkata bahwa hidup seorang manusia memang untuk dimanfaatkan oleh manusia lain. Digunakan. Ditunggangi.Tunggang menunggangi itu hukum alam. 

Siapa atau apa sih, di dunia ini yang tidak melakukan itu?

Makanya saya selalu nahan kentut kalau para pejabat ngomong ; "Jangan sampai ditunggangi..." Lha, dia ngomong begitu karena dia sedang "menunggangi" kekuasaan bukan?!

Terus, demostrasi mahasiswa ditunggangi? Ya iyalah. Sebut deh, demonstrasi dalam sejarah Indonesia yang tidak ditunggangi kepentingan lain. Bahkan reformasi 1998 pun jelas ditunggangi. Ditunggangi saja bisa gagal, apalagi nggak ditunggangi. Jadi, mbok coba cari kenyinyiran yang lebih cerdas dari sekedar teriak tunggang-menunggang. 

Nah, mahasiswa Indonesia, jangan minder. Kalau kalian yakin, teruskan! Tetapkan niat, tujuan dan langkah! Bapak-bapak dan emak-emak yang teriak soal tunggang-menunggangi itu, mungkin saja sudah lama tidak "ditunggangi" dan "menunggangi". 

Makanya bawaannya pengen nyodok aja! Biar kelihatan "sehat" kali...

Paham ya?! Lanjuuut... ðŸĪŠðŸ˜Ž

#BePrepared
#ForEverGolPut

SEMUA YANG TERBAIK MUNCUL DALAM KONDISI TERBURUK

Semua hal terbaik, muncul dari dalam kondisi terburuk. Lihat Jerman dan Jepang paska PD II. Lihat karya sastra terbaik, diciptakan pada masa-masa terburuk.  Kondisi terburuk memaksa insting manusia untuk bertindak taktis, efisien dan strategis. Semua pikiran dan tindakan terbaik, secara naluriah muncul dalam kondisi yang tidak nyaman, penuh bahaya dan menekan. Sebab, yang dipertaruhkan adalah kelangsungan hidup.

Bisakah Indonesia mengeluarkan semua hal terbaiknya untuk bertahan hidup dan menjadi lebih baik? Bisa! Saya percaya dan karena itu saya berani berjanji akan ikut Pemilu lagi jika ada pemimpin yang berani bilang begini ; "Indonesia, bersiaplah untuk sedikit menderita demi masa depan yang luar biasa. 10 tahun ke depan, kita akan mengisolasi diri. Kita akan memproduksi apa yang kita makan dan pakai. Kita akan makan dan pakai apapun yang kita produksi. Kita akan menunda semua perjanjian, bantuan dan pemberian dari manapun! Sebab kita memiliki lebih dari semua yang kita butuhkan! Persetan apa kata dunia dan negara lain. Kita akan lunasi hutang-hutang kita dan merebut kembali kehormatan atas kemandirian kita sendiri!"

Berani? Harus! Tapi kalau yang sekarang sih, kayaknya... :P

#SurvivalIndonesia

Sumber : Wendy Danoeatmadja

WILMINTOKMABEL

Apa yang terjadi di Wamena itu kriminal, bukan politik, bukan sentimen agama. Begitu kata para pejabat.

Nanya dong ; pigimana misahin kriminalitas dengan politik dan sentimen agama? Sejauh mana sebenarnya kita sebagai bangsa sudah mampu mengkotakkan sebuah peristiwa hanya pada satu dimensi tanpa memberi ruang bagi dimensi lain untuk menjadi bingkai peristiwa itu?

Di Papua, lebih 30 tahun lalu, buku yang pertama saya baca adalah Kargoisme di Irian Jaya, karangan Benny Giay. Ini, buku soal cargo cult, sebuah praktek religius pada masyarakat pra-industri. Sebabnya sederhana, interaksi dengan masyarakat yang "peradaban" dan teknologinya lebih maju. 

Di blognya, Muhidin M. Dahlan menulis ;
"Kargoisme identik dengan kapal besar pembawa apa saja yang menjadi simpul pengharapan. Pengharapan dalam cargo cult itu terejawantahkan dalam pemimpin religius (kanoor), doa, nyanyian, upacara (wor), dan motif ukir hingga era koreri tiba, yakni zaman bahagia.

Dalam arena politik, koreri adalah antitesis dari ideologi baru yang mengancam kehidupan kultural masyarakat Papua. Sejak 1938, koreri dan kargoisme menggelar perlawanan terhadap tangan-tangan fasis Jepang hingga perang gerilya Organisasi Papua Merdeka di gunung-gunung diserukan.

Kargoisme yang mengimpikan kehidupan berkecukupan, kan kondo mob oser, tak ayal lagi melahirkan tokoh mitologi yang bernama Mansren Manggundi, sang penguasa suci. Kedatangan Mansren yang kerap disebut “manakmakeri” (manusia berkudis) adalah pengharapan ketika negara bahagia dan merdeka kelak datang.

Negara bahagia dan merdeka itulah yang menjadi tujuan etis dan sekaligus kerangka ekonomis-politis yang melahirkan pembangkangan berkepanjangan di Papua. Termasuk Gerakan Kelompok Doa Farkankin Sandik yang menjadi penyumbang terbesar resistensi masyarakat Papua terhadap solusi kekerasan dan ekonomi-korup dari pemerintah pusat.

Panjang umurnya perlawanan itu terkait dengan watak kultural yang mengendap dan mengapung-apung kuat di bawah sadar masyarakat tentang model negara bahagia.

Model negara bahagia yang kelak dibawa kapal kargo itu antara lain ekonomi yang mencukupi keluarga, kepemilikan atas tanah dan belantara, kesempatan bebas memperoleh pendidikan dan kesehatan yang layak, kedamaian dan keamanan hidup, serta terhentinya serangkaian penangkapan-penangkapan sebagaimana terjadi dalam negara militer."

Cargo cult sebenarnya bisa dengan mudah menjelaskan mengapa ada pemimpin yang sangat dihormati dan ada pemimpin yang sangat dibenci. Pada masyarakat pra industri, tujuan dan cara hidup adalah material, buka struktural, bukan pula konseptual. Material, sesederhana itu.

Namun bahkan masalah "material" yang sederhana pun perlu dibingkai dengan bijaksana. Dan jika ucapan-ucapan pejabat negara ini sudah mencerminkan ketidakmampuan itu, apa yang terjadi di Wamena dan banyak tempat lain di Republik ini, hanya tinggal menunggu waktu. 

Yang saya ingat tentang Wamena adalah udaranya yang dingin, koteka, saali, potong jari, bakar batu dan Wilmintokmabel. Jika pemimpin di sebuah negara dengan 300 grup etnis dan 700 bahasa tidak mampu merasakan itu dalam konteks materi yang murni... kita mungkin akan kehilangan Wamena. Dan Papua. Juga Indonesia. Sebab, meski manusia adalah materi dan jiwa, hanya materilah yang tersisa.

Jiwa kita, sudah hilang sejak lama... ðŸ˜Ē

#BePrepared
#ForEverGolPut

Sumber : Wendy Danoeatmadja

CELETUK

Si Aki, guru ngaji saya demen banget dah, nyeletuk!

Suatu hari, karena status di FB, saya dihakimi oleh beberapa senior di pengajian. “Elu tuh, nyinyir amat sama keburukan orang! Mbok ya, ngaca dulu sana! Nggak usah ngebuka-buka keburukan orang! Membuka keburukan orang lain itu mudah. Tapi membuka keburukan diri sendiri, elu bisa nggak? Pernah nggak elu pikirin, pernah nggak terlintas di pikiran elu?” ujar mereka sinis.

Saya mingkem.

Tetiba dari ruang dalam rumah, terdengar celetukan si Aki, “Mungkin memang Allah memudahkan kita membuka keburukan orang lain agar kita segera waspada karena Ia tahu pasti, banyak manusia punya kebiasaan menutup mata dan hati! Pernah kepikiran nggak?”

Sambil nahan tawa, saya permisi keluar. Angkat kaos sampai perut terus joget di halaman. Lima ekor ayam tetangga yang masuk halaman dan nonton, tidak saya usir. Lumayan kan, 50 juta! 😎

Lain waktu, juga karena status FB, saya dijitakin lagi ramai-ramai. Kali ini karena saya dianggap terlalu berisik. “Diem aja kenapa sih? Bawel lu kayak anak alay! Masalah di negeri ini sudah sampai taraf yang tidak bisa diatasi! Diem aja lu, berdoa saja sama Allah, minta masalah-masalah di negeri ini segera bisa diselesaikan sebaik-baiknya!”

Saya ya… mingkem lagi, sambil clingak-clinguk nyari helm. Lha, ngejitakinnya pake teko dan ganjelan pintu.

Dan, celetukan itu terdengar lagi. Kali ini dari teras rumah. “Kata Allah ; tau nggak, kenapa ada masalah yang tidak bisa diatasi dan diselesaikan? Karena kalian diam saja!”

Saya permisi ke dapur. Nambah kopi. Sambil joget. Nggak ada ayam yang nonton. Sudah jadi opor. ðŸĪŠ

#BePrepared
#ForEverGolPut
#SaveAyam

Sumber : Wendy Danoeatmadja

SURPRISE

Polanya gitu lagi, gitu lagi...

Jonathan Elsemyer benar. Dalam bukunya, The Trident of Political Power (katanya sudah diterjemahkan dengan judul Trisula Kekuasaan), ia menulis dengan gamblang soal-soal yang menyangkut huru-hara, teror, character-assassination dan random-chaos sebagai ; "... sebuah cara untuk menyibukkan semua orang agar kehilangan fokus pada apa yang sebenarnya terjadi. Sebuah perang psikologis (psycological-warfare) yang dirancang untuk menekan strategi lawan sekaligus memancing reaksi berlebihan yang menjadi legitimasi bagi hukum untuk bertindak secara ekstrim dengan alasan keamanan yang terkontrol."

Ini, ujarnya, mirip sebuah window-dressing alat-alat perang, yang dipajang terbuka di sebuah etalase dengan sistem keamanan-tertunda ; berbunyi nyaring beberapa saat setelah kaca dipecahkan, bukan pada saat kaca itu pecah. Begitu keras sehingga bahkan, pencurinya keheranan ; "Lha, kan senjatanya sudah gue kuasai? Masih berani apa polisi nangkep gue?

Tujuannya memang bukan untuk menangkap. Tujuannya adalah meletakkan siapapun pencuri itu pada sorotan lampu dan pandangan semua orang. Sampai sebuah teriakan terdengar ; "Surprise!" 

Saya mah lagi nunggu penta riasnya keluar... ðŸĪŠ

#BePrepared
#ForEverGolPut
#JanganMauKetipu

Sumber : Wendy Danoeatmadja

P DAN S

Inilah yang terjadi sebelum, saat dan sesudah gempa melanda.

Bumi di bawah kaki kita tiba-tiba mengerut dan menggeliat. Kekuatannya disalurkan lewat butir-butir tanah, batu dan semua zat yang terpendam jauh di dalam lapisan kulitnya yang tidak pernah berhenti bergerak sejak sebelum Adam diciptakan. Kekuatan itu bisa mengarah ke segala penjuru, ke atas, ke bawah atau ke manapun ia mau. Tak ada yang bisa menghentikannya.

Saat kekuatan itu terlepas, kulit bumi berderik dengan suara yang begitu hebat sehingga tak tertangkap pendengaran manusia. Lalu sebuah gelombang tak kasat mata memancar ke segala penjuru permukaan tanah. Bergerak dengan kecepatan yang parpurna. Untuk mengantarkan petaka.

Gelombang pertama, gelombang Primer (P), memancar dari sumber gempa, patahan, rekahan, yang sehari-hari dipandang manusia sebagai keindahan alam, bentukan yang kerap mengundang decak kagum dan rasa heran. Juga jeri yang tersembunyi. Bergerak dengan kecepatan 5-6 kilometer per detik, gelombang ini menyapu daratan tanpa ampun. Menjadi pembuka bagi penghancur selanjutnya. Di negara-ngera maju yang manusianya lebih menghargai nyawa dan kehidupan, gelombang ini menyalakan peringatan dini gempa ; memadamkan arus listrik secara otomatis dan membunyikan alarm agar manusia yang sombong namun mendadak tak berdaya, punya kesempatan untuk bertahan hidup. Sekali lagi.

Hewan mendadak menjerit. Anjing menyalak dan melolong panjang. Serangga berhenti bergerak. Burung-burung mengepakkan sayap sekuat tenaga. Berharap mereka tidak berada di atas tanah yang sebentar lagi akan menjadi neraka dunia.

Lalu, Gelombang Sekunder (S) meriap tanpa belas kasihan. Kecepatannya 3-4 kilometer per detik. Lebih lambat, karena gelombang inilah, algojo yang menghulubalang semua benda di atas tanah. Menggulung, meremuk, mengguncang dan meluluhlantakan manusia, hewan, tumbuhan dan apapun yang ada ; gedung bertingkat yang tampak kokoh, jalan-jalan layang yang padat kendaraan lalu-lalang, rumah-rumah indah yang halamannya menjadi tempat bermain anak-anak, sekolah yang dipenuhi generasi penerus manusia, rumah sakit dimana manusia berharap agar berumur panjang setelah derita yang mereka ciptakan sendiri, pun mesjid, gereja, biara... tempat manusia memuja Tuhannya, berharap Ia tetap sabar pada ulah ciptaanNya.

Tanah bergulung. Seperti lautan yang berombak. Kulit bumi laksana karpet raksasa yang dikibaskan oleh kekuatan tak terkira. Angin berhenti bertiup. Awan memuai. Udara menguap oleh panas yang terlepas. Pepohonan tercerabut hingga akarnya. Dan kematian menjalar-jalar ke segala penjuru...

Setelah itu, manusia yang tersisa bangkit terhuyung dengan sekujur tubuh penuh luka. Menatap tak percaya pada dunia yang porak poranda. Menjerit oleh jeri dan sesal pada tubuh-tubuh fana dari mereka yang pernah hidup dan mereka cintai. Bertanya mengapa mereka lalai memaknai kesadaran yang setiap hari mereka yakini ; Tuhan Maha Kuasa. Ia bisa melakukannya. Kita seharusnya siap dan bersedia, namun kita memutuskan untuk alpa dan tidak melakukan apa-apa.

Lantas bagaimana kita memaknai hidup yang bahkan oleh penciptaNya diwajibkan untuk kita jaga?

Di daratan, debu beterbangan dan manusia yang tersisa lunglai oleh udara yang pekat. Di pesisir, gelombang menjulang awan. Berlomba masuk ke daratan yang kini sepi dari kehidupan. Gelombang ketiga itu bernama tsunami. Thucydides benar. Semua berakhir oleh air...

#PatahanBaruDiBawahJakarta
#PatahanCiputat
#AyoTanggapBencana

Sumber : Wendy Danoeatmadja

INSTALL

"Yang terpenting itu bukan proses, tapi hasil."

Baiklah.

Saya berhenti di sini karena ini adalah sinyalemen dari apa yang Abraham Maslow ingin tunjukkan pada kita sejak tahun 50-60 an saat Humanistic Psycology mulai menjadi saingan kuat Behaviorisme dan teori Freud.

Sinyalemen apa?

Kita, eh... kalian, ternyata memuja dan menghamba pada orang-orang yang masih senang berada di dasar piramida.

Dan tiba-tiba saja saya jadi ingat The Rules of Three-nya para Survivalist ; tiga menit, tiga jam, tiga hari, tiga minggu dan tiga bulan. Namun a real-damn-good-survivalist, justru berpegangan pada the-unseen-three ; tiga detik.

Soalnya, yang unseen itu justru menekankan penggunaan secara unlimited dua alat paling mumpuni yang sudah di-install Allah sejak ruh manusia ditiupkan ke raganya ; otak dan nurani. 

Tapi, ya sudahlah... 

Saya hanya senang bahwa dalam tiga detik di bilik suara, instinctively, saya hanya tertawa tertahan dan memutuskan untuk tidak mencoblos. Megang pakunya aja nggak... ðŸĪŠðŸ˜Ž

#BePrepared
#ForEverGolPut
#AlibinAbiThalib

Sumber : Wendy Danoeatmadja

BULU

Nabi, katanya pernah mengingatkan kalau pasar itu tempat berkumpulnya setan. Padahal di pasar pula berkumpulnya para pedagang, salah satu profesi yang paling dianjurkan. Jadi gimana dong?

Ah, ini cuma contoh dari fakta bahwa hidup itu sebuah kondisi bertolak belakang yang membutuhkan otak untuk dihadapi. Artinya, kalau nemu fakta, jangan langsung percaya kalau fakta itu selalu benar. Sebab, kebohongan juga fakta, bukan...

Nah, kalau ada gubernur diserang sama partai politik soal anggaran, ya biarin aja. Memang harusnya begitu. Kalau ada menteri pertahanan dianggap keren karena berencana beli pesawat super canggih - walaupun sebenarnya cuma pesawat usang yang dilipstikin lagi, ya... biarin aja.

Ini juga cuma bukti bahwa pasar itu punya kekuatan untuk mengontrol pembeli. Makanya, kalau ada menteri yang ngomong dengan gagah berani ; "Jangan mau jadi pasar terus..."  ya... sudah. Jangan jadi pembeli.

Duduk manis saja sambil ngitung bulu hidung. Pertimbangkan pula untuk memanjangkan bulu hidung itu. Kali-kali bisa sekalian jadi kumis! ðŸĪŠðŸ˜Ž

#BePrepared
#ForEverGolPut

Sumber : Wendy Danoeatmadja

THE SEPTIC THAT CAN BLOW UP LIKE TANK

Di pendidikan kebencanaan-keluarga DRD-SGFSS, ada sesi dimana para peserta diwajibkan menyusun titik-titik atau sarana, prasarana plus fasilitas berpotensi bahaya di rumahnya. Salah satunya, adalah septic-tank. Kenapa? Well, it's already proved, right?

Nah, teman saya, seorang anti anti-radikalis yang juga instruktur kebencanaan di sebuah lembaga kebencanaan pemerintah, nge-WA saya kemarin malam. Begini bunyi WA-nya : "Kami menyarankan kepada seluruh Kepala Pemerintahan Daerah agar segera menyusun kebijakan yang mengatur pembuatan septic-tank, terutama dari segi keamanan dan keselamatan. Terutama kemungkinan penggunaanya sebagai alat destruksi-massal oleh apa yang sering kita cap sebagai teroris."

Pesan keduanya ; ðŸĪŠ

Pesan ketiga : "Dengan kata lain, boleh bercelana cingkrang dan bercadar, tapi nggak boleh punya septic-tank!"

Pesan keempat ; 😂

Saya ikut ngakak! 

Dari dulu saya memang percaya kalau radikalisme itu ada manfaatnya ; high-cost project and off-course, a damn-good-spin-doctor opportunity for every people who love intelectual-disability.

"Gile lu! Maksud elu menteri-menteri itu cacat intelektual?"

Lha, itu bukan kata saya. Itu kata Dr. Louis Joseph Maria Beel, Perdana Menteri Belanda menggantikan H.J. van Mook yang adalah Gubernur-Jenderal terakhir Hindia Belanda. Dalam memoarnya, ia konon menulis kalimat ; "... het enige dat radicalisme kan bestrijden is radicalisme!" Dalam bahasa Inggris ; "...the only thing that can fight radicalism is radicalism!"  Beel memang menganggap Proklamasi Indonesia adalah sebuah radikalisme dan melawannya dengan radikalisme yang sama ; mengirim tentara Belanda yang baru saja dipencundangi Jerman ke Hindia Belanda.

Ngarep menang pula. 

Paham ya. 😎

#BePrepared
#ForEverGolPut
#FamilyDisasterTraining
#DRD_SGFSS

Sumber : Wendy Danoeatmadja (fb) 

RASA DAN LOGIKA

Oke, ini skenarionya. Gempa 9.0 Skala Mercalli dengan episentrum pesisir di kedalaman 15 kilometer (ini sudah pernah terjadi, jadi jangan berfikir tidak bisa terjadi). Tentu saja, daerah sekitar luluh lantak. Lalu. air laut menyurut. Puluhan meter. Dengan cepat. Begitu cepat sehingga karang-karang yang kini terlihat tampak dipenuhi ikan yang tak sempat mengejar surutnya air.

Apa yang lantas akan terjadi?

Ya, tsunami. Berapa lama waktu yang tersisa sebelum tsunami akan mencapai pantai dan menerjang daratan? Ini pertanyaan bagus!

Beberapa jam lalu 2 Disaster Response Unit (DRU) DRD-SGFSS yang berada di Sumur (Sumur itu nama kecamatan. kalau Anda ingin jalan-jalan ke Taman Nasional Ujung Kulon via hutan belantara dan pesisir pantai, inilah pintu gerbangnya), Banten, mengabarkan alarm peringatan. Pengamatan mereka, erupsi Anak Krakatau makin kuat dengan interval yang makin tinggi. 

Disaster Mission Coordinator DRD-SGFSS untuk Banten-Lampung, Wisnu Pradana langsung memberi kode CAPD (Clear and Present Danger) pada koordinator DRD di Sumur, Sawungalih Euginia. CAPD adalah kode-keras untuk high-alert for all posibility. Kalau CAPD sudah dikirim, volunteer paling nekat dan cuek pun bakal sibuk nyari partnernya (DRD-SGFSS memakai metode buddy-system ; Anda bertanggungjawab penuh pada keselamatan partner Anda, seperti juga partner Anda bertanggungjawab penuh pada keselamatan Anda).

Dari saluran WA mereka yang saya pantau, pembicaraan mereka sangat intens. Wisnu dan Galih, langsung sibuk mengecek dan memastikan exit route dan safety parameter yang yang sudah ditetapkan sejak awal operasi. Semua kembali dicek untuk memastikan bahwa pilihan itu memang paling memungkinkan. Bukan cuma untuk para penyintas tapi juga para sukarelawan. Percakapan mereka mirip dengan diskusi di Bandung Basecamp dua tahun lalu.

Saat itu, DRD SGFSS menguji metode DAAM, Disaster Area Approaching Methods - Metode Pendekatan Daerah Bencana. Metode ini digunakan untuk mengukur secara umum tingkat bahaya daerah bencana setelah bencana terjadi, apakah ada kemungkinan bahaya susulan serta bagaimana dan kapan memasuki daerah bencana dengan aman. Prinsip dasarnya sederhana ; tidak ada bencana tunggal. Lalu, perbedaan kondisi geografis, geologis, bahkan sosial budaya menjadi penting untuk diukur agar penanggulangan bencana bisa dilakukan dengan efektif dan aman - artinya tidak menimbulkan potensi bahaya atau korban baru.

Nah, kalau Anda bingung, mari kembali ke pertanyaan di awal ; kapan tsunami melanda setelah gempa? Pertanyaan ini bisa dijawab jika data-data gempa diperoleh dan dianalisa. Bahkan dengan data-data itu, besaran tsunaminya pun bisa diprediksi, sehingga waktu yang paling tepat untuk memasuki daerah bencana tadi bisa ditentukan. Jika tidak, bisa saja Anda memasuki daerah bencana hanya untuk disapu oleh tsunami yang datang belakangan. Hanya karena Anda terlalu bersemangat!

DAAM bukan metode luar biasa. Metode ini digunakan diseluruh dunia namun kerap diabaikan karena gagalnya logika kita untuk bekerja. Secara teknis, DAAM selalu dikesampingkan. Ini terlihat dari sering gagalnya operasi penanggulangan bencana untuk secara terus menerus mengawasi dan menganalisa titik atau sumber bencana. Pekerjaan ini memang tidak gagah. Jauh lebih gagah numpak mobil dengan sirene meraung-raung masuk ke daerah bencana dan membopong korban ke daerah aman. Lebih heroik! Lebih keren buat selfi atau bikin video-live! 

Dalam beberapa bencana dengan sumber bencana yang terus menerus aktif (letusan gunung api, kebakaran hutan atau banjir bandang), DAAM menjadi sangat penting. Tak kalah penting adalah menginformasikan potensi bencana susulan ini secara luas dan cepat kepada setiap individu yang bekerja dalam operasi penanggulangan bencana. Kalau tidak, sama aja bo'ong!

Di DRD SGFSS, ada beberapa unit penanggulangan bencana. salah satunya DQR - Disaster Quick Response. Unit ini bertugas mencapai lokasi bencana secepatnya, melakukan disaster mapping, membangun sarana komunikasi dan koordinasi juga melakukan disaster area orientation untuk menemukan dan memanfaatkan semua sumber daya yang ada untuk bertahan hidup ; sumber air bersih, misalnya. Setelah DAAM diterapkan di semua operasi DRD SGFSS, tugas DQR bertambah ; menyusuri alur bencana dan mengawasi titik pusat bencana. Tugas ini bikin merinding, karena mereka mau tidak mau harus berada sedekat mungkin dengan sumber bencana tadi. 

Itulah sebabnya, DRD SGFSS sedang sibuk menabung karena bermaksud mengembangkan DQR agar memiliki Motorized-Unit, unit DQR yang dilengkapi dengan peralatan memadai sehingga bisa melaksanakan tugas terakhirnya tadi. Motorized-Unit itu bisa saja berupa Mororized-Paralayang, ATV, Trikke atau Mountain Bike. Memang cara lain yang lebih aman dan "manusiawi" bisa dilakukan. Misalnya dengan menggunakan unmanned drone seperti yang saat ini dilakukan DRD SGFSS. Namun Motorized Unit memiliki kelebihan lain. Unit ini bisa juga digunakan untuk keperluan evakuasi atau logistic-dropping jika terpaksa.

Sekarang, mari kita analisa fakta bencana di Banten dan Lampung. Sumber bencananya erupsi Anak Karakatau. Dan masih berlangsung. Gempa vulkanik dari erupsi itu masih mungkin terjadi dan longsoran bawah laut masih bisa terjadi. Artinya, bahaya tsunami masih mengintai!

Saya, sejak kemarin, diajak beberapa teman untuk menemani mereka masuk ke lokasi bencana. Apa lagi kalau bukan untuk menyalurkan bantuan. Itu, sumpah, niat yang sangat mulia. namun, maaf, bodoh! Jangan sewot dulu. Pertama, kita harus sadar, sebenarnya (kalau operasi penanggulangan bencana dilakukan dengan metode yang baik dan benar), daerah bencana itu daerah tertutup, terlarang dan tidak boleh dimasuki seenaknya. Alasannya ya itu tadi, kemungkinan bahaya yang masih bisa timbul. Lalu disaster-traffic management pun akan terdampak. Singkatnya, kehadiran kita (yang nggak penting-penting amat) justru membuat crowded yang tidak perlu!

Jadi, maaf, saya mah lebih suka menyalurkan bantuan pada lembaga atau organisasi resmi yang kompeten untuk itu. Tanpa menafikkan niat Anda semua ; membantu sesama itu tidak cukup dengan rasa. Kita juga butuh kameraman, eh... logika. :P

Jadi, gunakanlah keduanya!

#BePrepared
#HidupGolPut
#DRD_SGFSS

Sumber : Wendy danoeatmadja (fb) 

APA YANG TERJADI JIKA ADA BLACK HOLE SEBESAR 2 CM DIDEPAN KAMU?

Habis saya. Hancur. Binasa. Lenyap. Tentu saja bukan hanya saya yang akan terkena dampaknya, tapi juga planet Bumi. Ini jelas  Skenario Kiam...