Tampilkan postingan dengan label Gunung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gunung. Tampilkan semua postingan

Rabu, 15 Januari 2020

BUKU : JEJAK SANG BERUANG GUNUNG

"Siang itu tanggal 20 Maret 1992. Di sana, di hamparan salju putih, sesosok tubuh tinggi besar sedang berjuang keras melintasi tanjakan dengan kemiringan 40 derajat pada ketinggian 6.700 meter. Niatnya sudah bulat. Ia akan mengibarkan Sang Merah Putih dan Panji Mapala UI di Puncak Aconcagua. Ya, puncak tertinggi Amerika Selatan itu hanya tinggal 200 meter lagi!

Meski semangat terus membara, namun gerak tubuh itu kian perlahan. Sekilas ia teringat Didiek Samsu, yang juga keletihan dan kini beristirahat tak jauh di bawahnya. Lalu tarbayang wajah mungil Melati, anaknya. Karina, isterinya. Juga wajah-wajah keluarga yang dicintainya. Serta para sahabatnya yang sering menyuruhnya kembali. Ia pun meringis..

"Aku akan sampai ke puncak. Kini aku akan istirahat sejenak." pikirnya. Tak lama kemudian matanyapun terpejam. Rasa letih dan kantuk itu telah membiusnya dan mengantarkan jiwanya ke puncak."


Cukup terlambat membaca buku ini. Entah mungkin karena berhenti cetak atau saya kurang "lihai" berburu buku berbau petualangan. Yang jelas buku ini sudah membawa atmosfer "mountaineering" dan semangat ekspedisi bagi saya pribadi. Ganezh menceritakan Norman sebagai tokoh sentral yang heroik. Mengungkap detail detail kronologi gugurnya Norman Edwin dan karibnya Didiek Samsu di gunung Aconcagua (6962 Mdpl), Argentina tahun 1992. Dalam misi seven summit Mapala UI.



Bahasa yang dipakai cukup mengundang antusias kita. Diceritakan pula cerita cerita ekspedisi Norman yang lain secara kronologis mulai dari pendakian Kilimanjaro, Ekspedisi Elbrus, Mc, Kinley, Cartenz Pyramid dan banyak yang lain. Lengkap dengan detail - detailnya. Penulis dengan sangat telaten dan teliti merekam kisah hidup Norman melalui wawancara kolega, nukilan koran dan kliping - kliping.

Satu yang membuat saya kagum pada penulis buku ini, data yang disajikan cukup detail dan sahih.kebanyakan dari koran, majalah dan statemen kawan kawan lama Norman. Kesabarannya untuk mengumpulkan data patut diacungi jempol.

dan satu yang membuat saya jatuh cinta dengan buku ini. Banyak quote para "dewa" pendakian di cantumkan disini. seakan memaksa otak merenung untuk sekedar berfikir ulang dan memacu adrenalin kita untuk menutup buku dan segera pergi dari formalitas kantor.

Bagi yang gemar bertualang, ini buku yang cocok untuk dibawa kemana-mana. 

CARA MEMOTRET LANGIT MALAM DENGAN HP

 hal yang harus kamu punya yaitu ponsel dengan pengaturan shutter speed, iso, focus manual gambar pada postingan ini diambil lewat xiaomi mi a2

Alat pendukung seperti tripod juga diperlukan

Dan satu hal yang gak boleh ketinggalan yaitu langit malam yang cerah dan minim polusi cahaya

Kamu juga bisa mengetahui letak bintang/galaksi yang mau kamu foto dengan aplikasi stellarium atau sejenisnya

Foto ini saya ambil di pos 3 gunung sumbing pukul 9 pada september 2019

Oya buat kalian yang ingin foto starry night tapi tinggal di kota atau pinggir kota seperti saya bisa kok walau hasinya tipis

Nah untuk mengatasi hal ini ada tekniknya yaitu frame stacking

Foto ini adalah hasil stacking 49 frame caranya dengan download aplikasi intervalometer disana kamu bisa ambil gambar ratusan bahkan ribuan tanpa perlu kamu pantengin hp kamu cukup setel berapa detik interval pengambilan gambar dan gambar akan otomatis diambil tergantung berapa frame yang kamu atur

Hasilnya nanti import ke komputer kemudian stack dengan aplikasi sequator jangan lupa donate developer bila kamu rasa app ini bermanfaat. 

PERANG MELAWAN HURUF BESAR

Menurut saya ini merupakan salah satu tren menyebalkan dari wisata Indonesia yang menjamur di setiap sudut nusantara sepuluh tahun terakhir.

Pada mulanya memang beberapa objek wisata mengambil inspirasi dari huruf-huruf raksasa "Hollywood" atau tulisan ikonik "I Amsterdam" yang menjadi favorit berfoto wisatawan. Namun seiring dengan berjalannya waktu, konsep tadi menjadi overused (digunakan secara berlebihan) dan bermunculan di mana-mana, sehingga membuat kesan berantakan dan "tidak natural" di lokasi-lokasi yang sebenarnya ikonik.

Bahkan lama-kelamaan huruf-huruf raksasa digunakan untuk menandai objek-objek yang sebenarnya tidak perlu ditandai.

Misalnya, untuk menandai sawah.

Atau untuk menandai ujung sungai.

Atau untuk sebuah bukit random.

Tujuan dari huruf-huruf ikonik ini sebenarnya sudah jelas : mendongkrak kunjungan wisatawan dengan memenuhi hasrat pengguna Instagram.

Selain itu, hampir tidak ada manfaatnya.

Sebuah konsep yang menarik bolehlah dituangkan ke ekonomi kreatif namun ketika konsep tersebut digunakan secara berlebihan, maka yang terjadi adalah wisata yang membosankan, tidak alami, dan malah jadi terkesan generik.

Misalnya, terakhir saya ke Dieng, di sana terdapat selusinan aksara kayu bertuliskan Dieng, Kawah Sileri, Aku Nang Dieng, dan lain-lain yang dibangun masyarakat lokal sebagai objek foto dengan imbalan sejumlah uang. Hasilnya, tempat-tempat ikonik tersebut malah jadi terkesan kotor dan murahan.

Apalagi jika sampai ada belasan tulisan raksasa di satu destinasi wisata.

"Sudah jauh-jauh ke sini, kamu nggak foto di depan tulisan itu?"

"No, thanks."

Saya tidak tahu bagaimana dengan Anda. Tapi bagi saya pribadi, sudah saatnya kita menyatakan perang melawan huruf-huruf besar ini.

Senin, 13 Januari 2020

SEJARAH GUNUNG CIKURAY

Menurut para ahli sejarah, Gunung Cikuray pada awalnya bernama Larang Srimanganti. Konon, dulu dilereng gunung ini terdapat tempat yang disebut Mandala, yaitu pemukiman para pendeta. Mandala ini menjadi tujuan untuk mencari dan menuntut ilmu serta menjadi cikal bakal tradisi tulis menulis Kerajaan Pajajaran pada abad ke 17.

Banyak naskah-naskah kuno yang menuliskan tentang Gunung Larang Srimanganti, Sejarah Gunung Cikuray, salah satunya naskah kuno yang tersimpan di Situs Kabuyutan Ciburuy yang berada di lereng sebelah barat Gunung Cikuray. Dengan peristiwa ditemukannya naskah lontar Sunda Kuna di sekitar daerah itu oleh Raden Saleh tahun 1856, yang kemudian diserahkan pada Bataviaasche Genootschap (sekarang Museum Nasional Jakarta). Naskah lontar terdapat pada kropak no. 410 dan diberi tulisan : Carita Pakuan naskah Raden Saleh, Pantun Sunda pada daun lontar, penulisannya Kai Raga, cucu pertapa di Gunung Cikuray (CM. Pleyte, TBG. 1914, halaman 371).

Adalah Kai Raga, seorang pertapa yang berada di Gununglarang Srimanganti ini yang sering menulis, dapat kita baca keterangannya dari Ratu Pakuan (1970) karya Atja dan Tiga Pesona Sunda Kuna (2009) susunan J. Noorduyn dan A. Teeuw. Berdasarkan kedua buku tersebut, Kai Raga adalah pertapa yang tinggal di sekitar Sutanangtung, Gunung Larang Srimanganti.

Bukti kepenulisan Kai Raga dinyatakannya dalam bentuk kolofon pada masing-masing naskah yang ia tulis adalah :

Pada Kropak 410 dan 411, ada keterangan: “sadu pun, sugan aya sastra leuwih sudaan, kurang wuwuhan. Beunang diajar nulis di Gunung Larang Srimanganti dan beunang nganggeuskeun di sukra wage gununglarang srimanganti. Ini carik kai raga (Maaflah, bila ada tulisan berlebih, mohon dikurangi, jika kurang tambahi”. Hasil belajar menulis di Gunung Larang Srimanganti dan telah selesai dituliskan pada hari Jumat wage di Gununglarang Srimanganti. Ini juru tulis Kai Raga) (Atja, 1970 dan Undang A. Darsa, 2007).

Demikian pula Carita Purnawijaya (Kropak 416) dan Darmajati (Kropak 423), keduanya menunjukkan keterangan yang sama. Kata-kata yang dimaksud adalah: “sugan aya sastra ala de ma, sugan salah gantian, sugan kurang wuwuhan. Beunang Kai Raga nulis, di gunung Larang Sri Manganti (kalaulah ada tulisan jelek dan sia-sia, jika keliru perbaikilah, apabila kurang harap dilengkapi. Tulisan hasil Kai Raga, di Gunung Larang Srimanganti)”.

Dewasa kini, naskah-naskah kuno terkait Gunung Larang Srimanganti, Sejarah Gunung Cikuray tersimpan di Situs Kabuyutan Ciburuy, Garut. Selain naskah kuno, peninggalan sejarah lainnya yang terdapat di Situs Ciburuy ini antara lain keris, bende (lonceng yang terbuat dari perunggu), kujang (senjata Prabu Siliwangi), trisula, tombak, dan tulisan Jawa Kuno yang ditulis oleh Prabu Kian Santang di atas daun nipa dan daun lontar. Masyarakat sekitar secara rutin mengadakan upacara pencucian keris yang dilaksanakan setiap 1 Muharam. Di kawasan Situs Ciburuy juga terdapat larangan berupa pantangan dimana setiap hari Jumat dan hari Selasa tidak boleh seorangpun memasuki kawasan Situs Kabuyutan Ciburuy.

GUNUNG YANG PUNCAK NYA BELUM PERNAH DIDAKI

Gunung yang belum pernah didaki oleh pendaki mana pun disebut Virgin Peak (Puncak Perawan).

  • Per hari ini, Gangkhar Puensum di Bhutan adalah puncak perawan tertinggi di dunia dengan ketinggian 7.570 meter.
  • Muchu Chhish di Pakistan adalah puncak perawan tertinggi kedua dengan 7.452 meter. Banyak upaya telah dilakukan untuk menaklukkan puncak ini, namun semua upaya itu gagal.
  • Kabru North di Nepal adalah puncak perawan tertinggi ketiga dengan ketinggian 7.338 meter.
  • Labuche Kang III di Tibet adalah puncak perawan tertinggi keempat. Tingginya 7.250 meter. Puncak ini adalah puncak tertinggi yang belum pernah didaki dan tidak terlarang di dunia.
  • Apsarasas II, dengan ketinggian 7.239 meter, ia merupakan puncak perawan tertinggi di India dan puncak perawan tertinggi kelima di dunia.
  • Karjiang di Tibet adalah puncak perawan tertinggi keenam di dunia dengan ketinggian 7.221 meter.
  • Gunung Kailash, sebuah gunung suci di Tibet, juga merupakan puncak perawan dengan ketinggian 6.638 meter. Gunung ini memiliki dua danau di dekatnya. Danau ini adalah Danau Manasarovar dan Danau Rakshastal, keduanya dipisahkan oleh Isthmus. Danau Manasaroovar, yang terletak di ketinggian 4.590 meter, merupakan danau air tawar tertinggi di dunia.

(Gambar: Google)

Jadi, ada yang berminat menjadi pendaki pertama? 


EDGE MOUNTAIN STORE : Jl. Kolonel Sugiono no. 43 Duren sawit. jakarta Timur. 0823.6000.300

CARA PENDAKI GUNUNG BAB SAAT MENDAKI EVEREST

Ada penjelasan detail yang tidak menyenangkan di bawah ini, Saya sudah peringatkan!

Di Base Camp dan Camp 2, kami memiliki tenda toilet sebesar 1 meter persegi. Di dalamnya ada ember. Kami melakukan yang kami perlukan. Sebelum memulai perjalanan melalui Icefall pada jam 5 pagi saat hari masih gelap, pada suhu -15C, kami disarankan untuk melakukan hal yang kami perlukan di lingkungan yang relatif aman ini. 15 orang dalam tim mungkin berbagi ember. Setelah penuh, ember tersebut diangkut ke bawah gunung untuk dibakar atau dibuang. Menurut saya mengikat beberapa kain (misalnya kaus) sekencang mungkin di hidung dan mulut saya adalah bagian penting dari proses di tenda kecil itu.

Foto: Tenda Toilet (hijau) pada 6.450m di tenda Everest 2.

Di tenda-tenda yang lebih tinggi, tidak ada kemewahan seperti itu. Kebanyakan setelan jas memiliki resleting di bagian bokong. Jika sedang mendaki atau dalam perjalanan: kita buka resletingnya, jongkok, pup, lap dengan apapun itu, dan tutup resletingnya kembali. Kemudian ambil pup itu dan taruh ke dalam kantong plastik biodegradable, seperti yang dilakukan oleh warga negara yang baik jika membawa anjingnya jalan-jalan di kota. Kemudian kami mengikat tas itu ke tas punggung kami (tinggalkan harga diri dan martabat Anda di bandara!). Ketika kami sampai di Base Camp, kami membuang tas itu ke ember di toilet.

Ketika pup di Camp 3 atau setelah Camp 4, intinya adalah kecepatan; karena bagian-bagian vital tubuh Anda bisa terkena radang dingin kapan saja.

Foto: Mountain Hardware Downsuit - ritsleting belakang.

Seperti jawabannya Stephen Peacock, ketika cuacanya mengancam nyawa, urusan ini harus dilakukan di dalam tenda tidur, biasanya dalam jarak yang dekat dengan pendaki lain. Ini adalah pengalaman yang sangat tidak menyenangkan dan merendahkan hati.

Saya mengerti bahwa di Camp 2, banyak Sherpa yang pup di belakang beberapa formasi es. Melakukannya di udara terbuka jauh lebih menyenangkan daripada di tenda toilet. Saya melihat area salju putih di samping Camp 2 berserakan dengan “hadiah cokelat kecil”. Gletser Khumbu terdiri dari lebih dari satu miliar ton es, bergerak lebih dari satu meter per minggu menyusuri lembah ke daerah yang lebih hangat, dan membentuk jurang raksasa sedalam 100 meter di dalamnya[1]; pup ini akan hilang seiring dengan berjalannya waktu.

Banyak pendaki dan Sherpa yang berusaha supaya tidak meninggalkan “jejak”. Namun, ketika melakukan ekspedisi selama 50 hari dengan makanan dan bakteri asing, orang paham bahwa niat dan perbuatan tidak selalu cocok. Karena perut sakit, penggunaan kantong plastik memang terpaksa dilakukan. Bukannya bermaksud menjijikkan, tetapi cobalah bayangkan ada secangkir sup hangat yang jatuh ke salju yang dingin; sup itu akan menghilang dan meleleh dengan cepat. Semoga berhasil mengembalikan alam ke kondisi murni hanya dengan kantong plastik kecil, dan cahaya obor di kepala!

PLESTER DI HIDUNG PENDAKI GUNUNG

Yang pastinya Tujuan hidung di plester yaitu untuk menghangatkan tubuh, perlu di ketahui bahwa Manusia memiliki beberapa titik hangat utama yang perlu dilindungi untuk menjaga kehangatan tubuh kita,

Titik-titik tersebut adalah telapak tangan, kaki, kuping, hidung, selangkangan.

maka dari itu sebagian pendaki memakai plester/koyo di hidung mereka yang bertujuan untuk menghangatkan tubuh.

Perlu di ketahui juga bahwa bukan hanya para pendaki yang memakai plester di hidung namun juga para Pembalap MotoGP juga memakainya, namun untuk tujuan yang berbeda

dan ternyata menempelkan plester ( bukan koyo yaaa ) di hidung itu punya alasan, Para pembalap akan bergerak pada kecepatan tinggi dan akan stress di kecepatan tinggi, tanpa adanya alat untuk mengatur pernapasan. Pada kecepatan tinggi maka pembalap di paksa untuk bernafas dengan lancar namun pada saat itu tekanan angin dan adrenalin membuat hidung tertutup / menyempit yang mengakibatkan sesak untuk bernafas.

Nah guna dari plester ini adalah untuk membuat hidung tetap terbuka di saat kecepatan tinggi sehingga bisa bernafas seperti biasa. Tidak bisa di bayangkan pada kecepatan di atas 300km/jam bagaimana adrenalin tinggi di tambah lagi dengan tekanan udara yang menerpa pembalap.

Edge Mountain store : Jl. Kolonel sugiono no. 43 Duren sawit. Jakarta timur




APA YANG TERJADI JIKA ADA BLACK HOLE SEBESAR 2 CM DIDEPAN KAMU?

Habis saya. Hancur. Binasa. Lenyap. Tentu saja bukan hanya saya yang akan terkena dampaknya, tapi juga planet Bumi. Ini jelas  Skenario Kiam...