Selasa, 14 Januari 2020

SEKOLAH BUKAN SOAL NILAI

Sejak saya merasa terlalu sering menangis karena nilai jelek saat sekolah dan kuliah, tapi ternyata saya masih baik-baik saja sampai sekarang.

Saya bukan orang yang ambisius sekali, cenderung malas. Tapi di sisi lain saya merasa sangat perlu berada dalam "kolam" yang tepat, karena kalau tidak, mungkin saya akan lebih malas, takut tidak bisa memaksimalkan potensi. Saya sadar saya memiliki potensi untuk jadi orang yang lebih baik, maka dari itu saya selalu terpacu untuk berada di lingkungan yang membuat saya terus bisa belajar.

Setelah lulus SMP, saya sangat mengusahakan supaya bisa masuk di SMA favorit, akhirnya saya bisa masuk di SMA favorit. Selengkapnya saya ceritakan disini Jawaban Lusiana Ulfa Hardinawati untuk Apa yang membuat kamu tidak menyukai masa-masa SMA seperti kebanyakan orang?

Tetapi, saya hampir tidak pernah masuk 10 besar peringkat kelas. Teman-teman saya rasanya jenius semua, kalau dipikir-pikir, melihat pekerjaan teman-teman sekelas saya, sangat wajar saat itu saya tidak dapat peringkat. Hampir semua teman saya jadi orang yang excel di bidangnya masing-masing. Sebagai gambaran seberapa favorit sekolah saya, siswa yang pernah peringkat bawah di kelas, sekarang bekerja sebagai dosen… Saya sendiri hahahaha.

Saat masuk SMA favorit itu, saya merasakan betul bahwa sekolah itu tidak melulu soal nilai. Justru ketika saya sering berada di peringkat bawah— yang artinya nilai saya lebih jelek daripada mayoritas siswa lainnya, saya jadi belajar banyak. Katanya, kegagalan adalah guru yang baik. Gagal di tempat yang seperti kawah candradimuka namun tetap bisa survive menurut saya jauh lebih keren daripada berhasil di tempat yang biasa saja.

Saya pernah mengalami pasang surut nilai yang ekstrim. Saya pernah selalu juara satu, pernah pula berada di peringkat terbawah.

Ketika saya berada di puncak, betul saya merasa bangga, tapi tekanan yang saya dapat juga jadi lebih banyak. Mempertahankan nilai yang sudah bagus jauh lebih berat daripada menaikkan nilai. Ketika saya berada di bawah, pasti down awalnya, tapi rasanya hidup saya dimulai dari situ. Saya belajar lebih santai menghadapi kegagalan, mengenal orang-orang yang berada di bawah membuat saya jadi tahu sisi kehidupan dari sudut pandang "kalangan bawah", saya jadi tidak mudah menuduh orang bodoh karena pernah mengalaminya juga.

Pelajaran yang saya dapat dari proses pencarian nilai, yang saya terapkan sampai bekerja adalah: sebagus apapun nilai yang didapat, kalau saya tidak mendapatkannya melalui jalan yang benar, saya tidak pernah bisa membanggakannya. Sebaliknya, sejelek apapun nilai saya, ketika saya mengerjakannya penuh tanggung jawab dan jujur, saya puas dan bangga dengan nilai itu.

Saya beberapa kali dapat nilai jelek waktu sekolah, saat kuliah saya juga pernah mengulang mata kuliah. Untuk memperbaiki nilai, maka saya harus ikut ujian remidi. Ujian remidi mengajarkan saya bahwa selalu ada kesempatan kedua. Malu memang ikut ujian remidi atau mengulang mata kuliah bersama junior, tapi malu tidak akan membawa diri kemana-mana, kalau mau menyelesaikan mata pelajaran atau mata kuliah ya harus dengan jalan ikut ujian lagi. Mungkin mengulang akan membuat kita terlihat lebih lambat dari teman yang lain, tapi tak apa.

Sebagai pengajar, saya munafik kalau menganggap nilai sebagai hal yang sepele saat sekolah, nyatanya nilai bagus memang lebih baik daripada nilai jelek. Tapi, nilai jelek bukanlah akhir dari segalanya.

Nilaimu mungkin jelek, tapi selalu ada kesempatan untuk memperbaikinya. Mungkin tidak sekarang ketika sekolah, mungkin nanti di kehidupan setelah sekolah. Yang terpenting adalah proses, dan pastinya jangan berhenti atau malu untuk terus belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

APA YANG TERJADI JIKA ADA BLACK HOLE SEBESAR 2 CM DIDEPAN KAMU?

Habis saya. Hancur. Binasa. Lenyap. Tentu saja bukan hanya saya yang akan terkena dampaknya, tapi juga planet Bumi. Ini jelas  Skenario Kiam...