Tampilkan postingan dengan label Geologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Geologi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 14 Januari 2020

LETUSAN BESAR GUNUNG SANGEANG API

Sangeang Api. Ada yang pernah mendengar namanya? Ia adalah sebuah gunung berapi yang bertempat di sudut timur laut pulau Sumbawa (propinsi Nusa Tenggara Barat) dan secara administratif menjadi bagian dari Kabupaten Bima. Gunung Sangeang Api adalah sebuah pulau vulkanis (pulau gunung berapi) yang seakan-akan menyembul begitu saja di tengah ketenangan Laut Flores yang permai. Gunung Sangeang Api ini kecil mungil, ibarat bisul yang menyembul di pinggul gajah jika dibandingkan dengan nama-nama tenar gunung-gemunung berapi Indonesia seperti Krakatau, Tambora, Merapi dan juga Kelud. Tak heran bila tak banyak yang mengenalnya, kecuali bagi mereka yang mencoba memahami geografi dan geologi Indonesia lebih baik.

Pada Jumat 30 Mei 2014 kemarin, Sangeang Api. Ada yang pernah mendengar namanya? Ia adalah sebuah gunung berapi yang bertempat di sudut timur laut pulau Sumbawa (propinsi Nusa Tenggara Barat) dan secara administratif menjadi bagian dari Kabupaten Bima. Gunung Sangeang Api adalah sebuah pulau vulkanis (pulau gunung berapi) yang seakan-akan menyembul begitu saja di tengah ketenangan Laut Flores yang permai. Gunung Sangeang Api ini kecil mungil, ibarat bisul yang menyembul di pinggul gajah jika dibandingkan dengan nama-nama tenar gunung-gemunung berapi Indonesia seperti Krakatau, Tambora, Merapi dan juga Kelud. Tak heran bila tak banyak yang mengenalnya, kecuali bagi mereka yang mencoba memahami geografi dan geologi Indonesia lebih baik. kecil ini pecah. Pukul 15:55 WITA, Gunung Sangeang Api mendadak menyemburkan jutaan meter kubik debu vulkaniknya menuju ketinggian langit membentuk kolom letusan berukuran besar. Semburan ini disertai suara bergemuruh dan terjadi pada saat langit bersih oleh cuaca yang cerah di bagian timur pulau Sumbawa, sehingga mengejutkan semuanya meski di sisi lain pun menjadi panorama langka yang memukau. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI mencatat tinggi kolom letusan mencapai setidaknya 3.000 meter dari paras air laut rata-rata (dpl). Namun analisis citra satelit penginderaan Bumi memperlihatkan kolom letusan menanjak naik hingga setinggi setidaknya 14.000 meter dpl, atau hampir menyamai ketinggian kolom letusan pada puncak Letusan Merapi 2010. Bahkan laporan sejumlah pilot dan penumpang penerbangan komersial yang kebetulan melintas di ruang udara Sumbawa kala letusan terjadi mengindikasikan kolom letusan membumbung hingga setinggi 20.000 meter dpl, alias sedikit lebih rendah dibanding tinggi kolom Letusan Kelud 2014.

Kolom letusan yang membumbung untuk kemudian perlahan melebar membentuk panorama mirip payung/cendawan raksasa disertai dengan tingginya puncak kolom letusan menjadi indikasi bahwa letusan Gunung Sangeang Api ini digerakkan oleh gas-gas vulkanik bertekanan sangat tinggi, yang menjadi ciri khas letusan Plinian. Karena tingginya kurang atau sama dengan 20.000 meter dpl, maka letusan Sangeang Api ini dikategorikan lebih lanjut sebagai letusan sub-plinian. Dengan ciri tersebut maka letusan Sangeang Api adalah serupa dengan apa yang terjadi dalam Letusan Kelud 2014 ataupun di masa silam pada Letusan Krakatau 1883 dan Letusan Tambora 1815. Hanya saja skala kedahsyatan Letusan Sangeang Api 2014 ini nampaknya lebih kecil dibanding ketiga gunung berapi legendaris itu.

Begitupun, amukan Gunung Sangeang Api sontak menyibukkan banyak orang. Bahkan bagi mereka yang ada di seberang lautan. Armada satelit cuaca, penginderaan dan sumberdaya Bumi pun segera dikerahkan, sebuah pengerahan berskala besar kedua bagi gunung berapi Indonesia dalam kurun kurang dari setengah tahun terakhir setelah Gunung Kelud. Begitu menyadari bahwa kolom letuan membumbung cukup tinggi dan kemudian hanyut ke arah timur-tenggara mengikuti hembusan angin regional hingga bakal menjangkau daratan Australia bagian utara, VAAC (Volcanic Ash Advisory Commitee) Darwin yang berada di bawah Biro Meteorologi Australia pun segera menerbitkan peringatan kode merah. Bandara Darwin pun segera ditutup, membuat ratusan penerbangan dari dan ke Darwin terpaksa dibatalkan, baik penerbangan domestik maupun internasional. Belakangan otoritas Indonesia melalui Kementerian Perhubungan RI pun mengambil langkah serupa, dengan menutup bandara Bima (Nusa Tenggara Barat) dan Tambolaka (Nusa Tenggara Timur). Akibatnya 10 penerbangan ke dan dari kedua bandara tersebut pun terpaksa dibatalkan.


Ironisnya, meski menyedot banyak perhatian di mancanegara, meletusnya Gunung Sangeang Api nyaris tak bergema di negeri sendiri. Atmosfer pemberitaan dan lalu lintas pembicaraan terutama di media-media sosial masih saja berputar-putar di sekitar pilpres disertai isu-isu yang kian lama kian tak bermutu dan tak jua mencerahkan, namun terus saja berseliweran. Bahkan dari kubu kedua capres pun tak sepatah kata terucap menyikapi Letusan Sangeang Api 2014 ini, bahkan sekedar ungkapan simpati dan empati sekalipun. Maka jangan heran kalau kita bertanya apakah orang yang menjanjikan bakal mengurus negara ini sebaik-baiknya benar-benar mengenali sudut-sudut negeri ini sebaik-baiknya sehingga mampu merancang aksi yang sesuai dengan lokasi tersebut? Indonesia bukan hanya Jakarta, pun bukan hanya pulau Jawa, pak!


Kaldera


Nama Sangeang Api sudah dikenal sejak masa Majapahit di abad ke-14. Kitab Negarakertagama pupuh 14 baris 3 menyebutnya sebagai Sanghyang Api dan menjadi salah satu daerah pendudukan sebagai amanat Sumpah Palapa yang dikumandangkan Mahapatih Gajah Mada. Walaupun ada berpendapat bahwa nama Sanghyang Api yang dimaksud di sini diperuntukkan untuk bagian tengah pulau Dompo (Sumbawa), tempat Gunung Tambora berada. Sanghyang merupakan penggabungan Sang Hyang yang bermakna dewa atau dewa-dewa. Nampaknya nama ini tersemat sebab dalam bagi negeri ini dalam masa berabad-abad silam, gunung dianggap sebagai tanah tinggi yang menjadi tempat kediaman dewa-dewa.


Nama Sanghyang Api mungkin juga melekat sebagai wujud kekaguman pada gunung tersebut, yang ibarat mercusuar raksasa yang menerangi perairan disekelilingnya kala memuntahkan lavanya. Kekaguman serupa nampaknya juga menghinggapi orang-orang Eropa yang mulai melayari perairan ini berabad kemudian. Nama Etna van Banda pun ditabalkan padanya, mengingat aksi gunung berapi ini mirip-mirip dengan Gunung Etna di kepulauan Lipari (Italia) yang juga menjadi mercusuar bagi perairan sekitarnya di kala malam selama berabad-abad. Bagi orang Eropa, Sangeang Api memang menyembul dari kedalaman laut Banda. Meski peta administratif kontemporer menunjukkan keberadaan gunung berapi ini masih berada di lingkungan perairan Laut Flores.

Secara geologis Gunung Sangeang Api berada di busur kepulauan Sunda Kecil, yang mencakup Bali dan Kepulauan Nusa tenggara. Busur kepulauan ini unik, sebab meski terbentuk sebagai hasil pertemuan lempeng tektonik Sunda (Eurasia) dengan Australia, namun interaksi kedua lempeng itu demikian rupa sehingga di sepanjang sisi utaranya terbentuk patahan sungkup busur belakang (back-arc thrust), masing-masing sesar Flores di sisi barat dan sesar Alor di sisi timur. Maka busur kepulauan ini dikepung oleh sumber-sumber gempa tektonik besar baik di sepanjang sisi selatannya (yakni di zona subduksi) maupun di sisi utaranya (sesar sungkup).


Zona subduksi ini pernah meletupkan Gempa Sumba 10 Agustus 1977 (Mw 8,3). Ia memproduksi tsunami besar hingga setinggi 8 meter yang menerjang pesisir selatan pulau Sumba dan menewaskan ratusan orang. Tsunami yang sama juga terdeteksi menjalar hingga ke pesisir selatan pulau Jawa di sebelah barat dan pesisir utara Australia dis ebelah selatan, meski tak menimbulkan kerusakan maupun korban. Sementara sesar Flores bertanggung jawab antara lain atas Gempa Flores 12 Desember 1992 (Ms 7,5 skala Richter) yang juga memproduksi tsunami namun dengan ketinggian lebih besar, yakni hingga 26 meter. Tsunami menerjang seluruh pesisir utara pulau Flores dengan kota Maumere sebagai lokasi terparah. Tsunami ini merenggut lebih dari 2.000 nyawa, menjadikannya sebagai bencana tsunami paling mematikan di Indonesia sepanjang abad ke-20.


Selain riuh dengan kegempaannya, posisi kepulauan Sunda Kecil yang unik mungkin turut pula berkontribusi pada galaknya gunung-gemunung berapi di sini, yang tecermin dari banyaknya gunung-gemunung berkaldera/berkawah sangat besar sebagai jejak letusan besar. Di pulau Bali, kaldera dapat dijumpai di Gunung Batur (sebagai Danau Batur) dan di Gunung Buyan-Bratan (sebagai Danau Buyan dan Danau Bratan). Di pulau Lombok terdapat kaldera Rinjani yang terbentuk 8 abad silam dalam sebuah letusan dahsyat yang kini ditabalkan sebagai letusan terdahsyat yang pernah disaksikan umat manusia sepanjang sejarah yang tercatat. Sementara di pulau Sumbawa terdapat Gunung Tambora, yang kalderanya terbentuk dalam letusan dahsyat 1815 nan legendaris dan menjadi letusan terdahsyat kedua yang pernah kita alami sepanjang sejarah tercatat.


Gunung Sangeang api pun sejatinya gunung berapi yang tumbuh di tengah kaldera tua di dasar laut, yang boleh kita namakan kaldera Sangeang Api Tua. Kaldera tersebut terbentuk berpuluh hingga beratus ribu tahun silam dalam sebuah letusan dahsyat yang menggetarkan. Di kemudian hari di tengah kaldera tua ini terbentuk sebuah gunung berapi anak. Pertumbuhan yang terus berlangsung membuat sang anak lama-kelamaan kian membesar dan akhirnya menyembul di permukaan laut melampaui garis pasang tertinggi, menjadikannya sebuah pulau permanen sekaligus pulau vulkanis. Kini gunung tersebut telah demikian besar sebagai Gunung Sangeang Api sekaligus pulau Sangeang, yang menutupi area seluas 153 kilometer persegi dengan garis tengah 13 km. Ia memiliki dua puncak, yakni Doro Sangeang/Doro Api (1.949 meter dpl) dan Doro Mantoi (1.795 meter dpl). Kawah aktif masa kini terletak di puncak Doro Api, tersumbat oleh kubah lava sisa letusan 1985.

Meski tak terkenal, sejatinya Gunung Sangeang Api tergolong rajin meletus. Semenjak pertama kali tercatat pada tahun 1512, ia telah meletus sedikitnya 17 kali hingga tahun 1989, atau rata-rata sekali meletus setiap 28 tahun. Dari 17 letusan tersebut, 1 diantaranya tergolong berukuran menengah dengan skala hingga 2 VEI (Volcanic Explosivity Index) atau dengan muntahan magma maksimum 10 juta meter kubik. Namun 4 diantaranya tergolong besar, yakni dengan skala hingga 3 VEI atau dengan muntahan magma di antara 10 hingga 100 juta meter kubik. Dari keempat letusan besar tersebut, dua diantaranya terjadi di abad ke-20 masing-masing pada tahun 1953 dan 1985.

Seperti halnya pulau-pulau vulkanis di sekitarnya, misalnya pulau Palue, kesuburan lahan pulau Sangeang menjadikannya tempat hunian manusia khususnya di sisi selatan. Namun letusan tahun 1985 yang berlanjut hingga 1988 memaksa seluruh penduduk Sangeang dievakuasi secara permanen ke daratan pulau Sumbawa. Sebab letusan besar tersebut menghamburkan lava, awan panas, hujan batu dan lahar yang mengalir ke sisi barat daya hingga mengubur lembah Sori Oi dan ke arah timur laut menimbuni lembah Sori Berano. Semenjak saat itu pulau Sangeang boleh dikata tak berpenghuni. Namun penduduk masih rutin menyambanginya di siang hari, terutama yang masih memiliki lahan pertanian di sana.

Letusan 2014

Gunung Sangeang Api tak pernah benar-benar tenang selama dua tahun terakhir. Pada Oktober 2012 silam, status gunung ini dinaikkan ke Siaga (Level III) seiring terjadinya peningkatan kegempaan dan emisi gas-gas vulkaniknya. Namun kenaikan ini tak kunjung diikuti dengan letusan. Hanya terdeteksi kepulan asap tipis bertekanan lemah yang melayang setinggi hanya antara 5 sampai 15 meter dari kawah. Justru setelah berstatus Siaga (Level III), aktivitas Sangeang Api cenderung menruun. Sehingga statusnya pun kembali diturunkan ke Waspada (Level II) pada 21 Desember 2012. Kisah serupa terulang kembali pada 21 April 2013 seiring peningkatan kegempaannya. Namun status Siaga (Level III) pada Gunung Sangeang Api pun hanya bertahan hingga 15 Juni 2013 tanpa letusan apapun, sehingga kembali diturunkan ke Waspada (Level II).

Tengara letusan besar Gunung Sangeang Api mulai terlihat melalui instrumen-instrumen seismik pada 30 Mei 2014 pagi. Sepanjang 2014 hingga pagi itu, kegempaan Gunung Sangeang Api memang berfluktuasi baik dalam hal gempa hembusan (getaran yang diikuti dengan semburan asap putih dari kawah), gempa vulkanik dalam (getaran akibat migrasi magma segar dari perutbumi menuju kantung magma dangkal di dasar gunung) dan gempa vulkanik dangkal (getaran akibat migrasi fluida, entah magma maupun gas vulkanik, dari kantung magma dangkal menuju kawah). Namun tak ada lonjakan yang berarti. Tetapi situasi berubah dramatis pada Jumat pagi tersebut, saat terdeteksi tremor menerus semenjak pukul 05:00 WITA. Tremor menerus lantas diikuti swarm (gempa vulkanik yang berlangsung terus-menerus) mulai pukul 1:48 WITA. Baik tremor maupun swarm menjadi indikasi bahwa Gunung Sangeang Api mulai memasuki tahap yang lebih membahayakan. Dan puncaknya pun pada pukul 15:55 WITA saat gunung berapi ini benar-benar meletus besar. Sehingga statusnya pun ditingkatkan menjadi Siaga (Level III) semenjak pukul 16:00 WITA.

PVMBG mencatat tinggi kolom letusan Sangeang Api ini mencapai sekitar 3.000 meter dpl. Sementara menurut VAAC Darwin, puncak kolom letusan telah memasuki lapisan stratosfer karena mencapai ketinggian antara 14.000 hingga 20.000 meter dpl. Letusan sub-plinian tersebut nampaknya menghancurkan kubah lava 1985 yang menyumbat di dasar kawah. Namun seberapa besar lubang letusan yang ditimbulkannya belum bisa ditentukan. Pun demikian seberapa banyak material vulkanik yang disemburkannya. Yang jelas hingga saat ini (Minggu 1 Juni 2014) letusan demi letusan di Gunung Sangeang Api masih terus terjadi.

Akibat letusan, debu vulkanik pun memebdaki pulau Sumbawa bagian timur dan pulau Sumba. Debu vulkanik bahkan terbawa angin sampai sejauh 3.000 km ke arah tenggara, hingga mencapai daratan Australia bagian utara. Sejauh ini 14 orang dikabarkan hilang, sementara sekitar 3.000 orang lainnya dievakuasi dari daratan pulau Sumbawa bagian timur. Sempat dikabarkan 133 orang terjebak di pulau ini saat mereka sedang di lahan pertaniannya masing-masing kala letusan terjadi. Namun hampir seluruhnya telah dapat dievakuasi ke daratan. Selama Gunung Sangeang Api masih meletus, PVMBG menyatakan seluruh bagian pulau Sangeang sebagai kawasan terlarang. Penduduk tidak diperkenankan singgah di pulau ini untuk keperluan apapun.


Referensi :


PVMBG. 2014. Peningkatan Status G. Sangeangapi Dari Waspada Menjadi Siaga, 30 Mei 2014.

Global Volcanism Program Smithsonian Institusion. 2014. Sangeang Api.

Pratomo. 2006. Klasifikasi Gunung Api Aktif Indonesia, Studi Kasus dari Beberapa Letusan Gunung Api dalam Sejarah. Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 4 Desember 2006, hal. 209-227.

Volcano Planet. 2014. Sangeang Api, News & Updates.

Turner dkk. 2003. Rates and Processes of Potassic Magma Evolution Beneath Sangeang Api Volcano, East Sunda Arc, Indonesia. Journal of Petrology, Vol. 44 No. 3, page 491-515.

Hall. 2014. Pictured from a Passenger Plane: Menacing 12-mile-high Ash Cloud Looms over Indonesia’s ‘Mountain of Spirits’ after Volcano Erupts. Mail Online.




JOHN LOCKWOOD, MENEMBUS GUNUNG GALUNGGUNG KALA MELETUS 1982

Peristiwa dahsyat itu menarik perhatian ahli vulkanologi dari US Geological Survey (USGS) yang bertugas di Hawaiian Vulcano Observatory (HVO), Amerika Serikat, Jhon P. Lockwood. Pria yang akrab disapa Jack itu melibatkan diri dalam sebuah misi mitigasi bersama Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) untuk meminimalisir potensi jatuhnya korban jiwa yang disebabkan oleh erupsi Galunggung.

“Abu-abu terang menyerupai salju menutupi semua yang terlihat. Jalan sempit di depan pos pengamatan tersumbat oleh para pengungsi yang melarikan diri dengan kepala tertutup koran atau kantong plastik dan wajahnya ditutupi masker. Masing-masing membawa bundelan dan keranjang sambil menuntun anak-anak mereka. Ada yang menggendong bayi, ada juga yang menuntun kerbau. Satu-satunya suara yang konstan adalah doa-doa muslim, meratap dalam bahasa Arab di atas pengeras suara di sebuah kamp pengungsian. Guntur dan ledakan-ledakan tumpul dari arah kawah Galunggung yang berjarak 7 km menjadi lebih keras dan lebih sering, sementara abu turun lebih berat.”

Cerita di atas adalah sepenggal pengalaman yang ditulis Jack ketika bertugas menangani erupsi Galunggung 36 tahun silam. Kisahnya ia tuliskan secara terperinci dalam bab “A Grey volcano in eruption – Galunggung – 1982” yang menjadi bahasan di bagian pertama dalam bukunya berjudul “Vulcanous: Global Perspectives” yang diterbitkan oleh Wiley-Blackwell, USA, 2010.

Di USGS, Jack menjabat sebagai salah satu pimpinan yang membidangi masalah-masalah berkaitan dengan krisis gunung berapi dan bencana di seluruh dunia. Ia telah memantau beragam aktivitas letusan gunung berapi yang terjadi di berbagai negara, di antaranya seperti Gunung Gamalama (Indonesia), Nevado del Ruiz (Kolombia), Nyiragongo (Kongo), dan Gunung Pinatubo (Filipina). Melalui pemetaan gelologi, Jack juga telah berhasil memecahkan misteri letusan gunung prasejarah Mauna Loa, Hawaii.

Pemandangan perkampungan yang hancur akibat erupsi Gunung Galunggung, 1982 | Buku Vulcanous: Global Perspectives

Erupsi Galunggung menjadi sorotan dunia internasional. Banyak media internasional memberitakan dahsyatnya letusan Galunggung. Hal tersebut menuntun Jack untuk datang ke Tasikmalaya. Ia terbang dari Hawaii, bersama istrinya, Martha, pada pertengahan Juli 1982. Di tengah perjalanan antara Singapura dan Jakarta, Jack terkejut ketika melihat beberapa mesin sayap kanan pesawat yang ditumpanginya mati seketika akibat tersumbat oleh abu letusan Galunggung.

Insiden tersebut mirip dengan apa yang dialami oleh maskapai British Airways sebelumnya, saat hendak terbang ke Auckland-Selandia Baru yang terpaksa mendarat darurat di Jakarta akibat beberapa mesinnya mati tersumbat abu Galunggung. Dalam insiden itu, pesawat yang ditumpangi Jack akhirnya berhasil mendarat dengan selamat di Jakarta. Ia pun langsung bergegas untuk pergi ke Kantor PVMBG di Bandung.

Setibanya di Bandung, Jack disambut oleh direktur PVMBG, Dr. Sudradjat. Mengingat dampak ekonomi dan sosial akibat erupsi Galunggung semakin meningkat, Jack diminta untuk sesegera mungkin terjun membantu misi mitigasi di Galunggung. Tanpa pikir panjang, Jack pun berangkat ke Tasikmalaya pada malam harinya untuk bergabung dengan tim yang sudah terlebih dahulu bertugas di sana.

Tugas utama Jack di Galunggung adalah melakukan pemantauan untuk membantu menentukan langkah-langkah kongkret yang akan diambil berkaitan dengan aktivitas erupsi. Letusan Galunggung pada 1822 yang memakan 4.000 korban jiwa menjadi kenangan buruk yang belum dilupakan oleh masyarakat Tasikmalaya dan Jawa Barat.

Untuk itu, pemantauan sangat diperlukan untuk memprediksi kemungkinan-kemungkinan adanya letusan besar yang bisa mengancam nyawa masyarakat sekitar. Dengan begitu, pemerintah dapat menentukan titik evakuasi dengan tepat untuk meminimalisir terjadinya korban jiwa dan mempersiapkan segala jenis bantuan yang dibutuhkan.

Pemantauan aktivitas Galunggung dilakukan dengan menggunakan bantuan alat Pengukuran Jarak Elektronik/Electronic Distance Measurement (EDM). Ini menjadi momen paling menegangkan sekaligus menantang bagi para relawan.

Pasalnya, EDM mesti dipasang di beberapa titik terdekat di sekitar pusat letusan. Sementara posko relawan yang bertugas melakukan pemantauan berpusat di daerah Cikasasah. Peralatan EDM yang dibawa tim terdiri dari pemancar laser dan reflektor khusus.

Tim pemasang EDM yang dipimpin Jack terdiri dari lima orang, yaitu Maryanne Malingreaux (Belgia) dan Dedi Mulyadi (PVMBG) sebagai ahli vulkanologi; Martha, istri dari Jack yang mengatur urusan logistik; dan Endang Adam, warga lokal yang bertugas menjadi penunjuk jalan. Mereka berangkat menunaikan misinya itu pada 7 Agustus 1982.

Sebagai warga lokal, Endang Adam dianggap hapal medan. Petani dari Kampung Kedung itu ditunjuk oleh PVMBG untuk memandu tim menuju beberapa titik pemasangan EDM. Bermodal tekad ingin menyelamatkan orang banyak, Endang lawan rasa takutnya.

Ia bertutur, perjalanan penuh risiko itu dimulai dari Buni Asih, lalu menyusuri jalur Pasir Ipis, kemudian ke Kiara Koneng, kemudian masuk ke Gegeber, setelah itu turun ke Balong Saat (Gapura Cipanas), lalu naik ke Kawah Galunggung, mendekati pusat letusan.

Pemandangan yang tak wajar, bahkan cenderung mengerikan menyertai tim di sepanjang perjalanan. Hujan abu dan batu kerikil yang disebabkan oleh letusan-letusan kecil Galunggung, mengiringi perjalanan Jack dan kawan-kawan.

Tampak rumah-rumah hancur di tengah perkampungan yang tidak menunjukan adanya aktivitas kehidupan sama sekali, karena ditinggal pergi para penghuninya. Banyak tengkorak binatang peliharaan, seperti ayam dan kambing, tergeletak di antara porak-porandanya bangunan yang terkena material vulkanik. Pohon-pohon mati seperti terbakar. Ladang-ladang perkebunan dan pesawahan milik warga seluruhnya rusak, yang terlihat hanyalah hamparan abu tebal yang sangat luas.

Berdasar keterangan Endang Adam, saat hendak mendaki puncak, kepala Jack sempat terluka terkena duri tumbuh-tumbuhan yang sudah mati. Meskipun begitu, insiden tersebut tidak sedikit pun membuat Jack beserta timnya mengurungkan tugas mulyanya. Mereka tetap meneruskan perjalanan sampai tempat tujuan.

Di tengah perjalanan, saat memasuki salah satu desa yang hancur, tim bertemu dengan seorang lelaki bertelanjang kaki sedang melihat sawah dan puing-puing rumah miliknya. Tampak ekspresi kesedihan di raut wajahnya tatkala tim menghampirinya.

Lelaki itu lantas bercerita jika ia keberatan dengan permintaan pemerintah untuk meninggalkan kampung halamannya dan memulai kehidupan baru di Sumatera. Pada saat itu memang pemerintah sedang menyelenggarakan program transmigrasi bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Galunggung.

Ia pun kembali bertanya perihal kapan letusan akan berakhir. Namun tim tidak menjawab pertanyaan itu dan bergegas melanjutkan perjalan menuju jalur pendakian. Sebelum pergi, tim memperingati lelaki tersebut agar segera kembali ke tempat pengungsian, berhubung di tempatnya berada merupakan zona merah yang sangat berbahaya.

Saat hendak mendaki, sekitar 4 kilometer dari kawah, tim kembali dikejutkan oleh seorang pedagang yang menjajakan minuman bersoda di antara reruntuhan toko miliknya. Terlihat selusin botol minuman yang sengaja pedagang itu bawa ke tokonya setiap hari dengan harapan akan ada pembeli yang datang. Martha, anggota yang bertugas mengatur keperluan logistik, membeli 3 botol minuman dari pedagang tersebut untuk menambah pasokan perbekalan sebelum pergi menuju tempat pemasangan EDM.

Pemasangan EDM dilakukan di empat lokasi berbeda. Titik pertama di daerah Kiara Koneng. Titik kedua di daerah Gegeber (puncak), kemudian titik ketiga di sekitar kawah, tepatnya di daerah Cipanas Cijambe/Pasir Bentang, dan titik terakhir di Batu Karaton.

Selama proses pemasangan EDM, tim dituntut untuk teliti dalam memperhitungkan siklus erupsi yang sebelumnya telah diprediksi, karena apabila hitungannya meleset, maka taruhannya adalah nyawa mereka sendiri.

Di tengah pemasangan EDM, tiba-tiba Jack mendapat sinyal bahaya dari pusat informasi yang bermarkas di Cikasasah. Posisi Tim pada saat itu berada tepat di bibir kawah. Tim lalu diminta untuk segera turun meninggalkan lokasi karena gabus-gabus kebakaran mulai terjadi di bawah kawah yang menandai awal fase erupsi berikutnya. Namun, insting Jack berkata lain. Ia memiliki prediksi sendiri tentang siklus letusan. Jack pun tetap meneruskan pemasangan EDM dalam waktu singkat, lalu melakukan pembacaan EDM secepat mungkin.

Dalam catatan Jack, pembacaan yang menegangkan di bibir kawah Galunggung itu selesai pukul 10:10. Besamaan dengan itu, letusan dalam kawah cukup keras terjadi. Tampak awan menyerupai kembang kol keluar dari kawah, diikuti dengan muntahan lava dan semburan abu. Sesegera mungkin tim berkemas dan meninggalkan lokasi, karena aliran piroklastik kecil mulai mengalir di sekitar bibir kawah dan mengarah ke mereka. Akhirnya tim selamat dari ancaman kematian dan berhasil kembali ke Cisasah untuk melakukan pemantauan lebih lanjut.

EDM yang berhasil dipasang di beberapa titik tersebut mampu bertahan sampai akhir masa letusan. Melalui pembacaan EDM, informasi tentang deformasi aktivitas galunggung menjadi terpantau. Ini jelas sangat membantu para relawan untuk menentukan langkah-langkah strategis yang mesti diambil dalam menghadapi ancaman letusan, termasuk salah satunya menentukan titik evakuasi lanjutan apabila terjadi letusan besar. Maka, potensi jatuhnya korban jiwa akibat erupsi Galunggung dapat diminimalisir.

Upaya Jack dan kawan-kawan dalam misi mitigasi letusan Galunggung tahun 1982 patut mendapat apresiasi. Begitupun dengan perjuangan seorang Endang Adam, warga Kampung Kedung yang berani memandu perjalanan penuh risiko ini.

Mereka rela mempertaruhkan nyawanya menerabas jalur pendakian yang sewaktu-waktu dapat melukai, bahkan membunuh mereka. Tidak peduli terjangan hujan abu dan kerikil, semua itu semata-mata dilakukan demi menyelamatkan masyarakat dari erupsi Galunggung yang mengancam. 

Senin, 13 Januari 2020

GAMBARAN BANDUNG DI MASA PURBA

Salah satu lirik lagu lawas: “Ari pamor-pamor Bandung. Nembus wates gunung – gunung. Sumirat maratan jagat. Katelah dilingkung gunung. Bandung sumirat maratan jagat”

Lirik lagu milik Doel Sumbang yang menggambarkan keindahan kota Bandung tersebut jelas bukan tanpa alasan. Di sekelilingnya terdapat gunung – gunung dan bukit – bukit indah. Gunung Burangrang, Tangkuban Perahu, gunung Malabar, dan lain-lain. Sehingga banyak pakar mengibaratkan Bandung ini sebagai sebuah mangkuk raksasa.

Yang menarik adalah ditemukan beberapa fakta bahwa dulunya kota Bandung yang ada di tengah pegunungan tersebut merupakan sebuah danau purba dan cekungan di sekitarnya adalah tepian danau tersebut. Maka kemudian kota ini juga disebut Dataran Tinggi Bandung atau cekungan Bandung yang dapat dinikmati sekarang melalui Masjid Raya Bandung dan Taman Ganesha.

"Balik Lagi ke Benarkah Bandung Dulunya Berada di Dasar Laut?"

Jika kita membaca kisah Sangkuriang dengan Tangkuban Perahunya, maka akan didapat tentang asal mulanya danau purba dimana dalam cerita dikisahkan ia membuat sebuah Situ Hyang dalam semalam yang secara harafiah artinya tempat bersemayam para dewa. Menurut para peneliti, Situ Hyang inilah yang disebut danau Purba.

Danau ini sangat luas dengan jarak 30 km sisi utara – selatan, mulai Dago Pakar hingga Soreang dan 50 km sisi barat – timur sejak Padalarang hingga Cicalengka dengan ketinggian air sekitar 700 – 800 meter di atas permukaan laut. Diperkirakan kedalamannya bisa mencapai 100 meter. Sebenarnya Situ Hyang ini adalah dua buah danau yang terbelah dua yang berhadapan, istilahnya dalam bahasa Sunda kemudian disebut ‘Ngabandung” yang konon menjadi awal penyebutan nama Bandung.

Pada tahun 1935, ahli geologi asal Belanda, Van Bemmelen meneliti dataran Bandung. Ia melakukan penelitian terhadap bebatuan dan morfologi yang ada di gunung – gunung api yang mengelilingi Bandung. Bemmelen kemudian menyimpulkan bahwa danau Bandung terbentuk karena pembendungan Sungai Citarum Purba. Menurutnya, pembendungan terjadi karena adanya debu gunung api massal dari letusan dasyat gunung Tangkuban Perahu yang membentuk kaldera setelah sebelumnya didahului oleh runtuhnya gunung Sunda Purba di sebelah barat laut.

Sisa letusan gunung purba ini sebenarnya masih dapat kita saksikan sekarang. menurut Her Suganda dalam buku Jendela Bandung, jika berkunjung ke Bandung melalui arah gunung Tangkuban Perahu atau sebaliknya, cobalah berhent sejenak di salah satu sisi jalan yang terdapat deretan pedagang kios dan jagung bakar. Lalu pandanglah arah selatan tepatnya sebuah bukit yang disebut gunung Batu yang ada di Suka Mulya, Lembang. Disanalah terjadinya patahan atau sesar saat gunung Sunda Purba meletus. Patahan ini cukup jelas sekitar 25 km. Ada juga patahan yang kemudian membentuk jurang curam.

Penelitian lain tentang adanya samudera di Dataran Tinggi Bandung juga dilakukan dengan pecarian manusia purba. Pada bulan Juli 2007, para arkeolog dan Balai Arkeologi (Balar) Bandung menemukan fosil manusia purba di daerah yang disebut Goa Pawon yang berada di sekitar jalan raya Bandung – Cianjur dan Bandung – Purwakarta. Di sini terdapat dua bukit gamping yang disebut Pasir Pawon. Seluruh kawasan ini juga biasa disebut Taman Batu oleh penduduk sekitar oleh karena banyaknya jumlah bebatuan – bebatuan karang.

Kawasan ini terbentuk karena pengendapan air lava yang kemudian mengering akibat letusan gunung – gunung api. Disinilah dulunya merupakan dasar lautan. Kenyataan ini diperkuat dengan banyaknya fosil zat koral laut yang membentuk terumbu karang sepanjang punggungan bukit atau Pasir Pawon. Terumbu purba tersebut kini menjadi batu kapur dan banyak ditambangi sebagai marmer oleh penduduk setempat sebagai mata pencaharian. Tentu saja hal ini masih merupakan misteri bagaimana bebatuan koral laut tersebut dapat hinggap dan memenuhi pedataran bukit tersebut. Bagi anda yang penasaran mengenai Pasir Pawon ini boleh mengunjungi tempat tersebut ketika sedang berlibur ke Bandung yang juga dikenal dengan sebutan Paris Van Java tersebut.

Selain Bandung.. Gunung Kidul, Kebumen, Lawu, dan Tiban dikabarkan sebagai perairan seperti danau, dan laut.


MANFAAT GUNUNG BERAPI BAGI ALAM

SEBAGAI PASAK BUMI

Dalam ilmu Geologi ,ada istilah Isostasi Bumi. Isostasi Bumi adalah keseimbangan gravitasi antara lapisan di kerak Bumi dengan lapisan Mantel Bumi.

Prinsip dasarnya adalah pada awal mula Bumi terbentuk , lapisan Bumi dianggap homogen. Tidak ada lapisan yang meninggi maupun menujam. Pada titik ini lapisan-lapisan Bumi berada pada keadaan setimbang dan setara.

Tenaga endogen Bumi membuat lapisan dibawah kerak cenderung menujam satu sama lain. Alhasil membuat lapisan tersebut melekuk ke arah bawah.

Untuk menjaga kesetimbangan lapisan yang ke bawah tersebut diperlukan sebuah lapisan yang mengarah ke atas. Lapisan yang mengarah ke atas itulah yang kita namakan sebagai Gunung.

Prinsip ini secara sederhana sama seperti kita menekan sebuah papan yang mengambang di atas air , supaya papan tetap mengambang harus ada gaya yang ke atas kan?

PENYEDIA UNSUR-UNSUR HARA

Unsur hara adalah nutrisi yang berguna sebagai daya dukung pertumbuhan tanaman. Makanan yang kita peroleh berasal dari produsen yaitu tanaman. Tanaman tumbuh dengan "memakan" unsur Hara yang terkandung dalam tanah.

Kadar unsur hara dalam tanah merupakan salah satu faktor yang menentukan Jenis kesuburan suatu tanah. Semakin kaya tanah tersebut dengan unsur hara ,semakin subur juga tanah tersebut.

Debu vulkanik dari gunung api yang meletus sangat kaya akan unsur-unsur hara. Dan itulah sebabnya Indonesia memiliki tanah yang subur, karena di kelilingi oleh gunung-gunung api.

MENGELUARKAN HARTA BERHARGA DALAM PERUT BUMI

Harta berharga yang saya maksud disini adalah batuan permata. Batuan permata terbentuk akibat tekanan Dan suhu yang tinggi. Batuan permata hanya terbentuk pada lapisan Bumi yang cukup dalam. Dan teknologi manusia belum mampu menembus lapisan itu.

Lalu bagaimana batuan permata bisa di tambang manusia saat ini?

Jawabannya adalah karena lapisan yang jauh dibawah sana, lapisan yang merupakan tempat terbentuknya batu permata terangkat ke permukaan akibat tenaga endogen Bumi.

Dan salah satu tenaga endogen berasal dari aktivitas Vulkanik ,yaitu letusan Gunung api.Gunung api secara tidak langsung membantu mengeluarkan batuan permata yang terletak dalam perut Bumi.

Tenaga dari letusan gunung turut mengangkat lapisan Bumi ke permukaan. Dengan berjalannya waktu lapisan itu akan terangkat.

Contoh lapisan tempat batuan permata yang ada di pulau Jawa yaitu Geopark Karangsambung,Kebumen.

 

APAKAH LAVA BISA MELELEHKAN APAPUN?

Tidak. Lava basal (Basalt), yang terpanas, suhunya sekitar 1200 C (2200 F). Tidak cukup panas untuk melelehkan besi.

Bus sekolah. Terkubur namun tidak meleleh

Penanda dari aluminum. Tidak meleleh dan catnya hampir gosong

Bangunan batu. Tidak meleleh.

Menurutmu?

APA YANG AKAN TERJADI PADA BANDUNG JIKA GUNUNG TANGKUBAN PERAHU MELETUS SECARA MASIF

Kota Bandung terletak dibekas danau purba yang membentuk sebuah cekungan besar dan membentuk huruf o , karena dibangun diatas bekas danau purba lama-kelamaan kota Bandung akan hancur juga dong karena akibat dari gempa besar Jawa barat.

Perbatasan sesar Lembang hanya sampai daerah lonceng batu, Bandung . Jika Bandung diguncang gempa dahsyat maka memicu retakan yang mengarah ke kawah Upas dan memicu gas karbon dioksida keluar dari perut bumi menyelimuti Bandung dan sekitarnya .

Itu efek gempa yang dirasakan, nah bagaimana sampai efeknya ke gunung Tangkuban Parahu? Efeknya tidak lain adalah gerakan hidrostaltik yang memicu ledakan kecil di kawah ratu dan Upas yang ditandai dengan munculnya magma yang memuncrat keluar dari kawah ratu Tangkuban Parahu pada malam hari. Pagi harinya ledakan sedang terjadi akibat tekanan magma yang terus membesar dan menyebabkan terjadinya kubah lava muncul akibat pengerasan lava. Siang hari, letusan mahadahsyat terjadi. Meletusnya gunung ini menyebabkan suara keras yang dapat membuat gendang telinga warga Subang dan warga bandung menjadi pecah.

Awan abu panas Tangkuban Parahu membentuk cendawan raksasa dan sinar matahari terhalang oleh awan raksasa, hujan abu dan hujan asam menyerang kawasan bale Endah dan cihaheum menyebabkan tanaman warga mati. Letusan ini menghasilkan awan abu dengan sambaran kilat dan petir vulkanik, begitu juga dengan luncuran awan panas serta lontaran material vulkanik yang akan mengubur kawasan badegan dan Bandung Selatan. Bahkan, kalau sampai ke tegalluar atau sebagian kawasan wisata walini juga terdampak abu vulkanik gunung Tangkuban Parahu yang menghujani kawasan perumahan warga di Tegal luar, Bandung. Sebagian tubuh gunung hancur akibat tekanan dari magma yang terus menerus disertai dengan gempa kecil yang menghancurkan sebagian tubuh Tangkuban Parahu dan kawasan-kawasan wisata Tangkuban Parahu pun menjadi tidak aman dan sebagian tempat wisata akan hancur karena akibat semburan lava panas disertai dengan awan panas yang menghujani kawasan Bandung Utara. Wisatawan dan pendaki panik meninggalkan kawasan wisata tersebut karena takut akan semburan awan panas yang menanti mereka, letusan besar ini akan membuat jaringan distribusi listrik menjadi terganggu. Akibatnya? Listrik mati dan Bandung menjadi kota mati karena ditinggalkan penduduknya ke kota raya walini sebagai pusat pemerintah Jawa barat yang baru. Awan panas menghancurkan rumah dan kawasan badegan dan Tegal luar di timur kab Bandung dan kota Bandung sendiri. Kota Bandung menjadi lautan pasir karena telah dihancurkan oleh awan panas Tangkuban Parahu dan tubuh gunung menjadi 2 buah gunung kecil yang kita kenal sebagai anak gunung Tangkuban Parahu.

Nah, begitulah gambaran saya jika suatu saat gunung Tangkuban Parahu benar-benar meletus dahsyat. 

MUNGKINKAH GUNUNG LAWU AKTIF LAGI?

Kalau ada yang bertanya aktif atau tidak, biasanya di jawab, coba di misscall saja, kalau masih menyambung berarti masih aktif. Kalau sudah tidak nyambung berarti sudah mati. Begitulah kalau kita cek aktif tidaknya kartu GSM he he..

Gambaran saja soal gunung api, bisa jadi memang sudah habis kantong magma (magma chamber) gunung lawu dan belum terisi dari dapur magmanya ( magma reservoir). Penelitian tentang gunung tipe B ini masih sedikit. Seperti yang kita tahu gunung api Tipe B adalah gunung api yang sesudah tahun 1600 belum lagi mengadakan erupsi magmatik, namun masih memperlihatkan gejala kegiatan seperti kegiatan sulfatara/ gas belerang.

Mencari data dasar gunung lawu website resmi PVMBG juga tidak ada. Saya cari di Global Volcanism Program: Worldwide Holocene Volcano and Eruption Information, ada sedikit data tentang gunung yang dalam Global Vulcano Program (institusi di Amerika yang mengumpulkan database gunung berapi di dunia) nomer 263260. Gunung dengan ketinggian 3265 mdpl ini terakhir erupsi tahun 1885.

 · 

MERAPI : GUNUNG API PALING AKTIF DI BUMI

Ukuran keaktifan Gunung api bisa dilihat dari seringnya letusan yang terjadi atau bahasa vulkanologi nya periode erupsi.

Semakin sering letusan terjadi atau semakin kecil periode letusan ,semakin tinggi juga tingkat keaktifannya.

Sebenernya dari Indonesia bukan cuma Gunung merapi yang tergolong Gunung paling aktif. Tapi Ada Gunung anak krakatau,Gunung Agung,Dan Gunung sinabung.

Tapi Kali ini Kita fokus pembahasan di Gunung merapi

Letusan/erupsi merapi terjadi rutin setiap 5–10 tahun sekali. Keaktifan Gunung merapi dikarenakan struktur internal dari Gunung merapi itu sendiri.

Struktur internal Gunung merapi

Gunung merapi memiliki ciri khusus yaitu mempunyai dua tempat berkumpulnya magma. Yaitu Ada dapur magma dan Ada kantung magma.

Apa itu dapur Magma dan kantung magma?

Dapur magma adalah sebuah tempat berongga dibawah Gunung api yang berisikan magma. Magma dari lapisan astenosfer mengalir melalu rekahan lapisan bawah tanah Dan akhirnya terkumpul dalam dapur magma. Ketika dapur magma sudah penuh dengan magma ,tekanan Dan suhu dapur magma meningkat hingga magma merangsek keluar dan terjadilah letusan gunung api yang bisa Kita lihat. Dapur magma adalah ciri khas dari setiap gunung api.

Kantong magma mirip dengan dapur magma. Hanya saja ukuran kantong magma relatif Lebih kecil daripada dapur magma. Tidak semua Gunung api memiliki kantong magma.

Volume dapur/kantong magma inilah yang menentukan periode letusan, besar kecil nya letusan ,Dan lain-lain.

Gunung merapi memiliki kedua2nya. Dan jarak antara kantong magma dengan dapur magma tidak terlalu jauh.

Ketika dapur magma Gunung merapi penuh, maka magma mengalir menuju kantong magma. Karena ukuran yang relatif kecil. Maka rentang pengisian kantong magma dari keadaan kosong hingga penuh semakin singkat. Itulah mengapa erupsi merapi memiliki periode yang singkat.

Dan karena ukuran kantong magma tersebut lah, volume erupsi yang keluar dari Gunung merapi relatif kecil yaitu hanya sekitar 4juta m³.

GUNUNG BERAPI NON LEMPENG TEKTONIK

Walaupun tidak terletak di daerah perbatasan lempeng bumi, Hawai'i memiliki banyak gunung berapi karena ia terletak di atas kepulan mantel. Apa itu kepulan mantel? Silakan lihat gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1. Skema lapisan-lapisan bumi di bawah Hawai'i , digambar sesuai skala sebenarnya. Bayangkanlah kepulan mantel itu seperti gumpalan-gumpalan merah pada lampu lava. Arah naiknya kepulan mantel itu ditunjukkan oleh garis-garis panah berwarna hitam.

Apa itu kepulan mantel?

Kepulan mantel adalah gumpalan-gumpalan material yang naik dari Lapisan D karena adanya perbedaan suhu antara Lapisan D dan lapisan-lapisan di atasnya. Perlu diketahui bahwa Lapisan D ini lebih pejal dan lebih kental dari mantel di atasnya, mirip dengan gumpalan merah pada lampu lava di Gambar 1. Kepulan mantel yang naik ini kemudian membentur lapisan litosfer dan memanaskannya hingga suhunya melebihi 1000 °C. Ketika kepulan mantel berbenturan dengan lapisan litosfer, terjadi empat buah hal:

  1. Kepulan mantel memanaskan, melunakkan, dan meretakkan lapisan litosfer yang aslinya berupa batuan keras.
  2. Sebagian material di kepala kepulan mantel akan meleleh menjadi magma (ingat bahwa mantel bumi itu kental seperti wajik atau dodol).
  3. Magma dari kepala kepulan mantel kemudian masuk ke dalam celah-celah retakan pada litosfer dan membuka jalannya sendiri ke permukaan Bumi.
  4. Magma yang berhasil mencapai permukaan Bumi akan membangun gunung berapi. Lokasi tempat dibangunnya gunung-gunung api yang berasal dari kepulan mantel disebut bintik panas (hotspot).

Kepulan mantel terbentuk dari riak-riak di permukaan Lapisan D dan membutuhkan waktu sekitar 200 juta tahun untuk naik sampai ia berhasil memunculkan gunung berapi di permukaan Bumi. Gunung berapi pertama yang ditimbulkan oleh kepulan mantel berupa banjir lava, yang lambat laun berubah menjadi deretan gunung api perisai seperti di Hawai'i. Setelah terbentuk dengan sempurna, kepulan mantel dapat bertahan hingga setidaknya 130 juta tahun sebelum padam. Kepulan-kepulan mantel yang memasok Hawai'i masih aktif, sementara kepulan-kepulan mantel yang akan padam sedang memasok magma bagi gunung-gunung berapi di bintik panas Louisville, Tristan da Cunha, dan Rajmahal. 

Bagaimana kita bisa memperkirakan keberadaan dan sifat-sifat kepulan mantel?

Kita bisa memperkirakan keberadaan dan sifat-sifat kepulan mantel melalui studi tomografi seismik, simulasi dan perhitungan menggunakan komputer, atau eksperimen(Gambar 2). Bagi yang ingin mendalami kepulan mantel secara intensif, bisa menghubungi Profesor Anne Davaille di Université Paris-Sud atau Profesor Vincent Courtillot di Institut de Physique du Globe de Paris 4 setelah menyelesaikan jenjang pendidikan S1 dengan fokus vulkanologi. Gunakan beasiswa yang tersedia untuk membantu pendidikan Anda di luar negeri.

Gambar 2. Eksperimen kepulan mantel yang dilakukan oleh Prof. Anne Davaille. Terdapat dua lapisan di dalam peti ini, lapisan atas yang bening dan encer dan lapisan kedua berwarna biru yang 8000 kali lebih kental dari lapisan pertama. Agar kepulan-kepulan biru terwujud, bagian bawah peti dipanaskan sementara bagian atasnya didinginkan.

MANA YANG LEBIH DULU: BATU BERASAL DARI TANAH ATAU TANAH BERASAL DARI BATU?

Batu itu simpelnya kumpulan mineral. Mineral itu material anorganik, beda-beda. Contoh: pernah dengar nama Andesit kan. Nah itu batuan beku hasil pendinginan magma. Kalau kita pegang Andesit, maka akan terlihat mineral kehitaman, kadang beberapa ada yang putih. Nah itu warna beda-bedanya mineral.

Sedangkan tanah itu adalah produk pelapukan. Kalau hujan batu bisa hancur lama-lama, erosi, transportasi, dan mengalir jauh. Ada yang karena cuaca ekstrim tiba-tiba batu yang keras jadi lembek (istilahnya jadi lapuk). Tapi, hasil pelapukan ini yang berupa tanah dapat terendapkan lagi menjadi batuan jika ada proses pengerasan (sedimentasi, litifikasi, dan diagenesa).

Kembali ke pertanyaan awal, apakah batu berasal dari tanah atau tanah dari batu, jawabannya adalah tidak akan seperti ayam dulu atau telur dulu koq.

Kalau kita merujuk sejarah pembentukan bumi pada 4,6 milyar tahun lalu, maka tentu batu dulu yang terbentuk di kerak-kerak benua dan samudera kemudian akibat proses pelapukan di permukaan jadilah tanah. Kemudian seiring waktu secara skala geologi tanah ini juga bisa kembali jadi batu. Jadi begitu ya jawabannya.

ANDAI SELURUH GUNUNG BERAPI DI INDONESIA MELETUS BERSAMAAN

Waduh, mengerikan!

Ada 127 gunung berapi yang aktif di Indonesia. Berarti pada skenario ini, akan ada 127 gunung api yang meletus bersamaan. Wah, apakah ini skenario kiamat?… Semoga tidak.

Sebelumnya saya akan menyebutkan sebuah istilah: VEI atau Volcanic Explosion Index (Indeks Ledakan Gunung Api). Ini adalah skala ukuran ledakan dari suatu letusan gunung berapi. Skalanya mulai dari 0 hingga 8. Nilainya ditentukan dari banyak volume muntahan dalam kilometer kubik. Seperti SR pada gempa bumi, VEI juga berskala logaritmik. Yang berarti, selisih 1 angka pada skala tersebut menunjukkan perbedaan dampak 10 kali lipat.

Saya akan coba mengambil contoh beberapa letusan gunung berapi Indonesia yang pernah terjadi (saya ambil dari Daftar gunung berapi di Indonesia - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas), kemudian akan kita bandingkan dengan skenario mengerikan pertanyaan ini.

  • Merapi

Gunung Merapi adalah salah satu gunung api teraktif di Indonesia dan telah mencatatkan puluhan kali letusan di sejarah Indonesia. Gunung ini berada di perbatasan Jawa Tengah dan DIY. Ledakan besar terakhirnya adalah pada tahun 2010, dengan skala 4 VEI dan menelan korban jiwa sebesar 138 orang.

  • Kelud

Gunung Kelud juga merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia, berlokasi di Jawa Timur. Letusan besar terakhirnya adalah di tahun 2014 dan 1990 dengan skala 4 VEI. Korban jiwa pada tahun 2014 tidak sebanyak pada tahun 1990, namun dampak ledakan pada 2014 dinilai lebih parah. Abu vulkanik menyebabkan kerugian besar pada industri manufaktur dan pertanian. 7 Bandara di Jawa ditutup. Jumlah bangunan yang rusak diperkirakan mencapai 13 ribu bangunan.

  • Agung

Gunung Agung berlokasi di Bali, aktif kembali 2 tahun terakhir. Letusan besar terakhirnya di tahun 1963 dengan skala 5 VEI, setara dengan letusan Gunung Vesuvius yang menghancurkan Pompeii.

Letusan tersebut mengeluarkan abu panas dan gas setinggi 20000 meter, menutupi sinar matahari dan membuat suhu udara di Stratosfer turun hingga 6 derajat Celsius. Selama 3 tahun ke depan, temperatur global turun hingga 0.4 derajat Celsius. Korban jiwa yang ditimbulkan adalah sebanyak 1148 orang.

  • Krakatau

Gunung Krakatau, terletak di antara pulau Jawa dan Sumatra, salah satu gunung api terkenal di dunia akibat letusannya pada tahun 1883. Letusan ini skala VEI-nya 6 dan menyebabkan tsunami. Akibat letusannya tercipta gunung api baru yang bernama Anak Krakatau. Awan panas dan tsunami merenggut setidaknya 30000 jiwa. Letusannya mempengaruhi iklim global, menurunkan temperatur global hingga 1.2 derajat Celsius. Setelah ledakan, abu vulkaniknya menutupi Bumi, menyebabkan kegelapan hingga 2 hari. Iklim global kacau dan baru kembali normal 5 tahun kemudian.

Suara letusannya sangat keras, terdengar hingga Australia. Orang yang berada di radius 16 km dari ledakan dipastikan kehilangan pendengarannya. Daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II.

  • Tambora

Gunung Tambora terletak di Pulau Sumbawa, NTB. Ledakan terbesar gunung ini adalah pada tahun 1815 dengan skala 7 VEI! Lebih dahsyat daripada Krakatau. Korban jiwa yang ditimbulkan setidaknya 71000 jiwa, dengan 11 hingga 12 ribu jiwa merupakan korban akibat letusan langsung. Suara letusannya terdengar hingga Sumatra. Abu vulkaniknya mencapai Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Tsunami menyerang beberapa pantai di Jawa dan Maluku.

Isi gunung yang dimuntahkan meluluhlantakkan desa Tambora. Proses ekskavasi dari sekelompok arkeolog di tahun 2004 menemukan sisa-sisa kebudayaan desa tersebut yang tertimbun 3 meter oleh endapan gunung api. Desa ini disebut-sebut sebagai "Pompeii dari timur". Hingga hari ini, Gunung Tambora masih diawasi aktivitasnya.

Iklim global ikut kacau akibat letusan ini, bahkan 1 tahun setelah letusan disebut sebagai "tahun tanpa musim panas". Temperatur global turun hingga 0.7 derajat Celsius. Kejadian ini menyebabkan gagal panen dan kematian ternak dalam jumlah besar, menjadikannya wabah kelaparan terbesar di Abad ke-19.

  • Toba

Gunung Toba terletak di Sumatra Utara, tergolong sebagai gunung api raksasa. Meletus terakhir kali 74000 tahun lalu dengan skala VEI, menciptakan Pulau Samosir di Danau Toba. Letusan ini hampir memusnahkan populasi manusia saat itu. Saat ini hampir tidak ada kemungkinan gunung ini meletus kembali, namun jika terjadi, populasi manusia terancam musnah.


Oke, jadi jika semua gunung api Indonesia meletus, seperti pemaparan di atas, 6 di antaranya akan memberi dampak sedemikian buruk— secara bersamaan. Bagaimana dengan 100 lebih gunung api lainnya? Untungnya, tidak semua erupsi gunung api itu eksplosif, beberapa gunung sifatnya efusif. Artinya gunung hanya mengeluarkan lava tanpa ada ledakan dahsyat. Skala VEI-nya mungkin di 0–3. Namun, Indonesia tetap mencatatkan banyak sejarah ledakan gunung api dengan Skala VEI di atas 4:

Jadi, tetap saja bahaya.

Di bawah ini adalah lokasi gunung-gunung api aktif Indonesia. Bila semuanya erupsi bersamaan, bisa dipastikan beberapa pulau besar di Indonesia akan lumpuh.

Akibat erupsi eksplosif bersamaan, gempa bumi vulkanik yang ditimbulkan akan menimbulkan kerusakan di berbagai tempat. Skala gempa buminya tergantung dari kekuatan letusan masing-masing gunung api.

Kerusakan dan korban jiwa tidak hanya dari gempa bumi, tapi juga awan panas dan abu vulkanik. Awan panas akan menghancurkan tumbuhan, bangunan dan penduduk di sekitarnya. Abu vulkanik akan melumpuhkan seluruh bandara di Jawa, bahkan beberapa pulau besar lainnya. Transportasi darat juga akan terhambat. Seperti yang dijelaskan di atas, industri pangan dan ternak akan mengalami masa terpuruk. Gagal panen dan kematian ternak terjadi dimana-mana.

Tidak hanya Indonesia, dunia juga pasti akan merasakan hal yang sama. Abu vulkanik yang menutupi atmosfer akan menurunkan temperatur global, dan kali ini efeknya mungkin lebih besar, karena Krakatau, Tambora, dan gunung api besar lainnya bersamaan memberi dampak bencana.

Semua efek gunung-gunung tersebut yang saya jelaskan di atas, akan dialami kembali oleh dunia, namun dengan dampak yang lebih parah.

Dan ini masih belum memperhitungkan Gunung Toba…..

Ah, beginilah hidup di negara yang dilalui ring of fire. Untungnya semua gunung api ini tidak akan meletus bersamaan.

Namun jika skenario ini terjadi, semoga manusia masih bisa bertahan hidup

BISAKAH GUNUNG TUMBUH SAMPAI KE LANGIT?

Berdasarkan pada teori fisika, dengan memperhitungkan kekuatan gaya gravitasi Bumi, massa jenis dan kekuatan batuan, pada prinsipnya bisa saja ada gunung kerucut di Bumi berdiameter 1.272 km dengan ketinggian mencapai 45 km.

Tapi faktanya kita tidak menemukannya di Bumi. Ada beberapa faktor kenapa tinggi gunung di Bumi segitu-gitu aja, antara lain:

1. Kerak bumi yang menopang lempeng benua pada dasarnya mengambang di atas lapisan mantel semi-padat.

Dengan bertambahnya massa di atas permukaan, maka tubuh kerak bumi akan turun tenggelam ke mantel.

Dan ketika tenggelam cukup dalam, batuan pada lapisan kerak akan meleleh karena suhu tinggi di dalam Bumi.

Dengan begitu, ketinggian gunung di Bumi hanya bisa mencapai 15 km.

2. Tumbukan antara lempeng tektonik membentuk struktur gunung seperti Pegunungan Himalaya. Pada dasarnya pun tumbukan itu juga menciptakan rekahan dan retakan pada batuan, sehingga memperlemah kekuatan struktur gunung.

3. Pelapukan oleh Cuaca

Dengan adanya hujan dan angin, erosi semakin mudah terjadi, sehingga struktur gunung pun jadi cuil dan longsor.

TSUNAMI BUKAN HANYA AIR YANG BERGERAK

Saya heran masih banyak orang yang menganggap Tsunami itu tampak seperti ini:

Padahal yang terjadi adalah seperti ini:

Tsunami bukanlah ombak seperti yang biasa saya atau Anda lihat. Ombak itu disebabkan oleh angin.

Tsunami tidak hanya sekadar “air yang bergerak” tapi “energi yang berpindah melalui air”.

Tsunami 95% selama terjadi itu tidak berbahaya. Seluruh waktunya tsunami itu berpindah melalui lautan, dan bahkan tidak kentara oleh mata manusia.

Faktanya, tsunami merupakan sebuah kata dalam bahasa Jepang, yang berarti “ombak pelabuhan”. Kata ini dipakai oleh para pelaut yang pergi mencari ikan jauh dari pantai, menghabiskan waktu di lautan yang tenang dan kembali lalu menemukan pelabuhan mereka habis tersapu oleh ombak besar yang tidak pernah mereka lihat.

“Ombak” atau gelombang itu tidak muncul satu kali, tapi merupakan rangkaian gelombang.

Saat tsunami mendekati pantai, ia akan semakin tinggi, dan kecepatannya berkurang. Jangan tertipu dengan berpikir bahwa gelombang yang “melambat” berarti “pelan”. Air bergerak puluhan hingga ratusan kilometer per jam, bahkan di pantai sekali pun.

Saat Tsunami melanda, bagian puncak (atas) atau lembah (bawah) akan melanda terlebih dahulu.

Pada Tsunami tahun 2004, bagian lembahnya melanda berbagai tempat di pesisir wilayah Indonesia. Laut tiba-tiba surut sekitar satu kilometer.

Ini adalah tanda peringatan yang harus diikuti oleh orang-orang, karena Anda punya waktu hingga lima menit untuk mencari tempat tinggi jika Anda masih ingin tetap hidup. Seorang wanita yang sedang berlibur cukup cerdas untuk mengenali fenomena ini, dan menyelamatkan banyak orang.

Beberapa orang lain yang melihat pertanda aneh ini lari ke pantai dan mencari karang, atau memungut ikan. Saat mereka melihat air menerjang kembali, mereka tewas di tempat.

Lihatlah video YouTube tentang Tsunami tahun 2004. Air menerjang ke pantai dengan ketinggian hingga 8 meter. Terjangannya lebih cepat dari mobil yang melaju, dan bisa merobohkan bangunan buatan manusia dengan mudah.

Mereka mengatakan dalam gempa bumi, rumah sakit itu penuh dengan orang yang terluka. Namun dalam Tsunami, sedikit orang yang terluka. Jika Anda diterpa airnya, Anda mati.

Jika Anda berada di tempat yang tidak dekat dengan tsunami yang akan datang menerjang, namun melihat ombak surut, bawa keluarga Anda dan pergilah cari tempat yang tinggi sesegera mungkin.

Jangan mencoba mendahului tsunami di daratan yang rata.

Tsunami di Indonesia masuk sekitar 2 kilometer ke daratan. Izinkan saya menegaskan kembali: Anda tidak bisa berlari lebih cepat daripada air tsunami yang melanda.

Jangan masuk ke mobil.

Orang tenggelam di dalam mobilnya saat mereka terjebak di di kemacetan lalu lintas di jalan raya.

Bangunan juga tidak selamanya aman. Terkadang air bisa mengisi hingga lantai dua dalam waktu kurang dari 15 detik, dan di Jepang di tahun 2011, orang di atap gedung berlantai tiga tersapu saat air mencapai ketinggian itu. Silakan tonton videonya jika Anda kuat.

Di sebagian besar tempat (termasuk Indonesia), NOAA atau apa pun lembaga yang berwenang akan menyiarkan melalui saluran TV dan radio yang berisi peringatan, atau sistem peringatan dini.

Indonesia belum memiliki sistem seperti itu, yang berarti orang menyadari bahwa tsunami akan datang hanyalah dengan melihat dari pantai dan melihat terpaan kematian yang akan menerjang mereka dalam kecepatan 80 kilometer per jam.

Jika karena alasan apa pun, Anda tidak tahu akan datangnya Tsunami, dan lautan surut, bersyukurlah kepada Tuhan, cari karang atau bukit terdekat, dan berlarilah mencari selamat.

FOTO LETUSAN GUNUNG TAAL

Stay safe buat yang disana. Pray For Philippines.

 

ADAKAH YANG PERNAH JATUH KE KAWAH GUNUNG BERAPI?


Pada bulan November 1992, sebuah helikopter yang merekam adegan-adegan untuk sebuah film kehilangan daya dan jatuh ke lubang Pu'u ‘O’o gunung berapi Kilauea. Untungnya helikopter itu jatuh ke pinggiran gunung yang kokoh di dalam kawah bukan langsung jatuh ke lava. Ketiga lelaki di atas kapal berusaha memanjat keluar, tetapi mengalami kesulitan besar dengan material yang tidak terkonsolidasi yang hancur sehingga membentuk dinding kawah yang curam. Pilot itu turun kembali ke helikopter dan menelepon untuk meminta bantuan. Helikopter kedua turun ke kawah dan menyelamatkan pilot sekitar empat setengah jam setelah kecelakaan. Sayangnya, dua pria yang berada di tempat lainnya tidak bisa diselamatkan karena asap yang tebal keluar dari kawah.

Gas hidrogen sulfida dan belerang dioksida menyebabkan orang-orang yang tersisa sangat tertekan. Sekitar 27 jam setelah kecelakaan itu, salah satu dari dua pria itu berhasil memanjat keluar, tetapi pria yang satunya lagi tetap di belakang di pinggiran yang sangat sempit, menilai bahwa melakukan pendakian itu terlalu berisiko. Sebuah helikopter menjatuhkan sekantong persediaan penyelamat kedalam asap , dengan harapan mendarat di dekat pria yang terperangkap itu, tetapi dia malah mengira itu adalah jenazah temannya yang jatuh.

Hampir empat puluh delapan jam setelah kecelakaan itu, sebuah helikopter mampu menemukan pria terakhir yang terdampar melalui celah di asap uap - Dia berhasil naik ke jaring penyelamat.

Anda lebih mudah jatuh ke lava di sisi gunung berapi daripada jatuh ke kawah puncak. Setelah lava telah mengalir lama di gunung berapi seperti Kilauea, lava berhenti mengalir di permukaan dan membentuk tabung lava. Langit-langit tabung lava bisa berupa kerak batuan yang agak tipis. Jika Anda berjalan melintasinya, berpikir itu adalah tanah yang kokoh, Anda bisa menembus atap dan jatuh sedalam pinggang ke dalam aliran lahar. Itu terjadi pada seorang karyawan Survei Geologi Amerika Serikat yang bekerja di Kilauea pada Juni 1985. Ahli geologi George Ulrich memecahkan bagian atas tabung lava dan jatuh ke lava 2.000 derajat setinggi pahanya. Dia mengenakan setelan pelindung termal dan seorang ilmuwan Italia yang berkunjung menariknya keluar dalam hitungan detik, tetapi dia menderita luka bakar tingkat tiga di kakinya. Dia selamat.

Foto pembukaan "skylight" ke dalam lapisan lava aktif:

Tip keselamatan gunung berapi terakhir: Jika ada dua aliran lava yang turun ke gunung berapi, jangan berjalan di antara aliran, bahkan jika Anda berada di punggung bukit yang tinggi. Aliran dapat bergabung di belakang Anda. Jika itu terjadi, maka anggaplah Anda memiliki telepon seluler sebagai satu-satunya rute pulang Anda melalui helikopter, yang diawaki oleh penyelamat yang akan membuat lelucon tentang kecerdasan Anda tadi selama penerbangan keluar.

KRAKATAU ATAU TAMBORA?

Untuk membedakan mana yang lebih kuat antara letusan gunung Krakatau dengan Tambora menurut saya besar kemungkinan Agak rumit ya! Dilihat dari minimnya peralatan pada saat itu membuat para peneliti sulit untuk menjelaskan secara pasti. Namun dari segi dampak yang ditimbulkan kedua letusan gunung tersebut sudah bisa tergambarkan bahwa Gunung Tamboralah yang paling menggemparkan dunia. Mari kita lihat perbandingannya..

1.Krakatau, 27 Pada Agustus 1883, Gunung Krakatau meletus.

Dikutip http://GridHot.ID dari National Geographic Indonesia, besarnya kekuatan daya ledak membuat suara letusan Krakatau terdengar hingga radius hampir 5.000 kilometer.

Gunung yang terletak di antara Pulau Sumatra dan Jawa ini memuntahkan 13 kubik mil isi perut bumi. Sepertiga bagian jatuh di sekitarnya, lainnya dalam radius 32 kilometer. Sisanya sebanyak empat kubik mil mengelilingi Bumi di lapisan atmosfer sampai beberapa tahun berikutnya. Menyebabkan perubahan cuaca di beberapa tempat di dunia.

Dalam Data Dasar Gunung Api di Indonesia hasil rangkuman dari Departemen Pertambangan dan Energi, Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, dan Direktorat Vulkanologi, Krakatau saat itu melepaskan energi satu juta lebih besar dari pada bom hidrogen.

Dahsyatnya kekuatan ini menimbulkan tsunami yang diperkirakan mencapai lebih dari 36 meter dan menyebabkan kematian bagi puluhan ribu manusia.

2.Tambora, letusan gunung Tambora di Sumbawa disebut sebagai letusan yang paling mematikan dalam sejarah.

Pada 1815, Gunung Tambora di Sumbawa meletus. Para sejarawan menganggapnya sebagai letusan gunung berapi dengan dampak langsung yang paling dahsyat: hampir 100 ribu orang tewas setelahnya.

Menurut Gillen D’Arcy Wood, penulis buku Tambora: The Eruption That Changed the World, selama beberapa tahun berikutnya, korban meninggal semakin banyak akibat efek sekunder yang menyebar ke seluruh dunia.

Dengan letusan Tambora, suhu menjadi lebih dingin. Menyebabkan penurunan jumlah curah hujan, gagal panen, dan kelaparan massal di berbagai belahan di dunia.

Sulit mengetahui berapa banyak orang yang meninggal akibat kelaparan, namun “korban tewas mungkin sekitar satu juta orang setelah letusan terjadi,” kata Wood.

Dari perbandingan diatasi sudah bisa disimpulkan bukan gunung mana yang lebih kuat letusannya..!

HUBUNGAN PULAU SAMOSIR DENGAN KALDERA GUNUNG TOBA

Deskripsi geologis dari jawaban ini bisa dilihat pada peta yang sudah saya terbitkan di tautan ini: Geological Map of Samosir Island (with Geophysical Map of Toba Caldera).

>edit: kalimat-kalimat rancu sudah diperjelas.

Saya pilih pertanyaan ini karena kalimatnya terlihat sederhana tapi ternyata sulit untuk dijawab. Demi menjawab pertanyaan ini, saya berusaha membaca hampir semua pustaka terkait sejarah geologi Sumatra Utara yang dibuat sejak tahun 1955 hingga sekarang. Walaupun kerak mikro benua Sibumasu, tempat pembentukan Pulau Samosir, telah ada sejak ±1 Milyar tahun yang lalu, para peneliti hanya bisa menggambarkan sejarah geologi Sumatra Utara yang terjadi sejak 350 juta tahun belakangan ini . Mengapa begitu? Karena semua batuan berumur > 350 juta tahun di Sumatra Utara telah termetamorfkan sehingga struktur, tekstur, dan komposisi kimia batuan aslinya sudah tidak bisa diketahui lagi.

Gambar 1. Contoh Fosil Aviculopecten sp. Fosil seperti inilah yang ditemukan oleh Hagerup di dalam batu sabak di dekat Teluk Panahatan, Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara (Klein, 1917). Keberadaan Fosil Aviculopecten sp. menunjukkan bahwa batuan tersebut berasal dari Zaman Karbon (sekitar 300 - 350 juta tahun yang lalu. Sumber gambar dari Aviculopecten - Alchetron, The Free Social Encyclopedia.

Oke, saya tidak akan menceritakan keseluruhan sejarah geologi Sumatra Utara (dan Danau Toba secara khusus) sejak 350 juta tahun lalu, karena bakal kepanjangan. Saya melihat bahwa orang Indonesia sukanya mengobrol, jadi saya akan obrolkan panjang lebar mengenai sejarah geologi Toba ini di forum-forum informal Quora apabila diminta. Sampai bertemu di sana!

Pembentukan Pulau Samosir

Sekarang kita masuk pada cerita utama, yaitu proses pembentukan Pulau Samosir. Apakah Pulau Samosir terbentuk dari lahar sisa Gunung Toba zaman purba? 30% ya, karena terdapatnya batuan gunung api pra Toba di Batuguru Pangaloan dan di sisi utara Pulau Samosir dekat kantor desa Marlumba*[8][9]. Batuan gunung api tersebut berumur kira-kira 1 - 3 juta tahun dan diperkirakan berasal dari material yang menggelontor dari puncak gunung api strato (bayangkanlah seperti Gunung Merapi di Yogya). 

Gambar 3. Asal muasal batuan gunung api pra Toba menurut Chesner dan Rose (1991).

Danau Toba sendiri adalah kompleks kaldera yang terbentuk melalui tiga fase: OTT, MTT, dan YTT. Fase OTT terjadi pada 840 ribu tahun yang lalu dan menyebabkan terbentuknya Kaldera Porsea, kemudian disusul dengan fase MTT pada 500 ribu tahun yang lalu, dan yang terakhir, fase YTT pada 74 ribu tahun yang lalu. Setelah letusan YTT tersebut, terjadi pembentukan Gunung Pusukbuhit, Pulau Pardepur, Kubah Lava di Tuktuk, Ambarita, dan Marlumba pada kurun 70 sampai 55 ribu tahun lalu, barulah kemudian diikuti oleh proses pengisian Danau Toba sampai penuh selama 1500 tahun†.

Gambar 4. Tiga buah kaldera penyusun Danau Toba. HDT adalah kaldera Haranggaol yang terbentuk karena letusan hebat gunung api pra Toba pada 1,2 juta tahun yang lalu. TT adalah kubah lava Tuktuk, PV adalah Gunung Pusukbuhit, SV adalah Gunung Singgalang, TV adalah Gunung Tandukbenua, dan PD adalah kubah lava Pardepur. SF adalah Patahan Besar Sumatra (Chesner, 2012).

Produk hasil letusan-letusan kompleks kaldera Danau Toba diendapkan di atas batuan-batuan gunung api Pra Toba. Khusus di dalam area kaldera, ketebalan material hasil erupsi Toba diperkirakan mencapai > 1000 meter. Di atas material hasil erupsi kaldera-kaldera Toba itu kemudian diendapkan sedimen hasil pengendapan Danau Toba purba pra pembentukan Pulau Samosir. Sedimen ini dikenal sebagai Formasi Samosir dan terdiri dari lapisan-lapisan lempung, pasir, serta produk hasil longsoran dinding kaldera-kaldera Toba. Umur sedimen ini sekitar >46 ribu hingga 12 ribu tahun (Solada, 2018).

Gambar 5. Endapan Danau Toba purba di 2°38'19.8"N 98°42'39.0"E. (A) Lokasi tambang lempung masyarakat untuk pembuatan batako (ada di Google Street View), (B) - (E) Lapisan-lapisan lempung pada Formasi Samosir di (A). Gambar oleh Katharine Solada (2018).

Lalu kapan Pulau Samosir muncul dari Danau Toba? Menurut Solada (2018), Pulau Samosir mulai terangkat dari dasar Danau Toba selambat-lambatnya 34 ribu tahun lalu dan proses pengangkatan itu mulai berhenti pada 8200 tahun lalu. Saat ini tidak diketahui apakah Pulau Samosir masih terus naik atau tidak (belum ada penelitian terbaru yang membahas soal ini). Laju pengangkatan Pulau Samosir tidak seragam: sisi timur terangkat lebih cepat (sekitar 2 cm/tahun) dibanding sisi baratnya (antara 0.3 sampai 0.5 cm/tahun).

Apa yang menyebabkan terangkatnya Pulau Samosir dari dasar Danau Toba? Galetto dan Caricchi (2017) menduga bahwa naiknya Pulau Samosir dari dasar Danau Toba diakibatkan oleh naiknya pasokan magma baru lewat dapur magma lama di bawah Danau Toba. Dugaan tersebut didasarkan pada dua hal berikut.

  • Bukti-bukti kimia batuan gunung-gunung api di dalam Danau Toba itu sendiri. Kubah-kubah lava di Pulau Samosir memiliki kadar alkali dan silika yang mirip dengan endapan letusan Toba pada 74 ribu tahun lalu, berbeda dengan batuan-batuan di Gunung Pusukbuhit dan Pulau Pardepur yang kadar alkali dan silikanya lebih rendah (lihat gambar 6). Hal itu menunjukkan bahwa Gunung Pusukbuhit dan Pulau Pardepur dibentuk oleh pasokan magma baru yang menerobos ke luar sekaligus mendorong magma lama untuk keluar sebagai kubah lava di sisi timur Pulau Samosir (Chesner, 2012).
  • Keberadaan gundukan di Tuktuk Mogang dan Mata Air Panas Rianiate. Menurut Aspden (1980), gundukan-gundukan tersebut diduga terjadi karena magma yang menerobos hingga cukup dekat dengan permukaan tanah namun gagal meletus dan membentuk gunung api. Gundukan-gundukan tersebut terbentuk jauh setelah Pulau Samosir terwujud (kira-kira ≤18 ribu tahun yang lalu, menyesuaikan data dari Solada [2018]).

Gambar 6. Skema sederhana dapur magma di bawah Danau Toba pada saat ini.

Keterangan tambahan:

*) Keberadaan singkapan batuan gunung api pra Toba di Marlumba agak meragukan, karena ada kemungkinan batuan tersebut berasal dari kubah lava Marlumba di dekatnya (bukan dari gunung api pra Toba). Kita menunggu hasil pemetaan geologi dan geofisika Pulau Samosir yang lebih detail di masa mendatang.

†) Chesner (2012) mengatakan bahwa Danau Toba terisi dahulu sampai penuh barulah gunung-gunung api pasca YTT terbentuk. Yang manapun urutannya, keduanya sama-sama logis sampai penelitian di masa mendatang membuktikan bahwa salah satunya tidak benar. Pendapat saya bahwa gunung-gunung api pasca YTT terbentuk dahulu baru Danau Toba terisi didasarkan atas fakta bahwa Kaldera Batur, yang meletus pada 20 ribu tahun yang lalu, tidak terisi penuh sampai sekarang. Padahal curah hujan di area Danau Batur (1750,9 mm/tahun) hampir sama dengan di Danau Toba (1972 mm/tahun). Bisa jadi Danau Toba sudah ada saat pembentukan gunung-gunung api pasca YTT namun masih dangkal sehingga gunung-gunung tersebut tidak meletus di dalam air.

APA YANG TERJADI JIKA ADA BLACK HOLE SEBESAR 2 CM DIDEPAN KAMU?

Habis saya. Hancur. Binasa. Lenyap. Tentu saja bukan hanya saya yang akan terkena dampaknya, tapi juga planet Bumi. Ini jelas  Skenario Kiam...