Senin, 13 Januari 2020

P DAN S

Inilah yang terjadi sebelum, saat dan sesudah gempa melanda.

Bumi di bawah kaki kita tiba-tiba mengerut dan menggeliat. Kekuatannya disalurkan lewat butir-butir tanah, batu dan semua zat yang terpendam jauh di dalam lapisan kulitnya yang tidak pernah berhenti bergerak sejak sebelum Adam diciptakan. Kekuatan itu bisa mengarah ke segala penjuru, ke atas, ke bawah atau ke manapun ia mau. Tak ada yang bisa menghentikannya.

Saat kekuatan itu terlepas, kulit bumi berderik dengan suara yang begitu hebat sehingga tak tertangkap pendengaran manusia. Lalu sebuah gelombang tak kasat mata memancar ke segala penjuru permukaan tanah. Bergerak dengan kecepatan yang parpurna. Untuk mengantarkan petaka.

Gelombang pertama, gelombang Primer (P), memancar dari sumber gempa, patahan, rekahan, yang sehari-hari dipandang manusia sebagai keindahan alam, bentukan yang kerap mengundang decak kagum dan rasa heran. Juga jeri yang tersembunyi. Bergerak dengan kecepatan 5-6 kilometer per detik, gelombang ini menyapu daratan tanpa ampun. Menjadi pembuka bagi penghancur selanjutnya. Di negara-ngera maju yang manusianya lebih menghargai nyawa dan kehidupan, gelombang ini menyalakan peringatan dini gempa ; memadamkan arus listrik secara otomatis dan membunyikan alarm agar manusia yang sombong namun mendadak tak berdaya, punya kesempatan untuk bertahan hidup. Sekali lagi.

Hewan mendadak menjerit. Anjing menyalak dan melolong panjang. Serangga berhenti bergerak. Burung-burung mengepakkan sayap sekuat tenaga. Berharap mereka tidak berada di atas tanah yang sebentar lagi akan menjadi neraka dunia.

Lalu, Gelombang Sekunder (S) meriap tanpa belas kasihan. Kecepatannya 3-4 kilometer per detik. Lebih lambat, karena gelombang inilah, algojo yang menghulubalang semua benda di atas tanah. Menggulung, meremuk, mengguncang dan meluluhlantakan manusia, hewan, tumbuhan dan apapun yang ada ; gedung bertingkat yang tampak kokoh, jalan-jalan layang yang padat kendaraan lalu-lalang, rumah-rumah indah yang halamannya menjadi tempat bermain anak-anak, sekolah yang dipenuhi generasi penerus manusia, rumah sakit dimana manusia berharap agar berumur panjang setelah derita yang mereka ciptakan sendiri, pun mesjid, gereja, biara... tempat manusia memuja Tuhannya, berharap Ia tetap sabar pada ulah ciptaanNya.

Tanah bergulung. Seperti lautan yang berombak. Kulit bumi laksana karpet raksasa yang dikibaskan oleh kekuatan tak terkira. Angin berhenti bertiup. Awan memuai. Udara menguap oleh panas yang terlepas. Pepohonan tercerabut hingga akarnya. Dan kematian menjalar-jalar ke segala penjuru...

Setelah itu, manusia yang tersisa bangkit terhuyung dengan sekujur tubuh penuh luka. Menatap tak percaya pada dunia yang porak poranda. Menjerit oleh jeri dan sesal pada tubuh-tubuh fana dari mereka yang pernah hidup dan mereka cintai. Bertanya mengapa mereka lalai memaknai kesadaran yang setiap hari mereka yakini ; Tuhan Maha Kuasa. Ia bisa melakukannya. Kita seharusnya siap dan bersedia, namun kita memutuskan untuk alpa dan tidak melakukan apa-apa.

Lantas bagaimana kita memaknai hidup yang bahkan oleh penciptaNya diwajibkan untuk kita jaga?

Di daratan, debu beterbangan dan manusia yang tersisa lunglai oleh udara yang pekat. Di pesisir, gelombang menjulang awan. Berlomba masuk ke daratan yang kini sepi dari kehidupan. Gelombang ketiga itu bernama tsunami. Thucydides benar. Semua berakhir oleh air...

#PatahanBaruDiBawahJakarta
#PatahanCiputat
#AyoTanggapBencana

Sumber : Wendy Danoeatmadja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

APA YANG TERJADI JIKA ADA BLACK HOLE SEBESAR 2 CM DIDEPAN KAMU?

Habis saya. Hancur. Binasa. Lenyap. Tentu saja bukan hanya saya yang akan terkena dampaknya, tapi juga planet Bumi. Ini jelas  Skenario Kiam...